Jakarta: Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, meminta pemerintah tak larut dalam polemik Peraturan KPU (PKPU) soal eks koruptor dilarang menjadi caleg. Sebab, hal ini bisa menghambat tahapan Pemilu Serentak 2019.
"Kita tahapannya ketat diatur UU. Kami harap ini jadi perhatian, karena 4-17 Juli 2018 ini ada pendaftaran (legislatif)," kata Arief di Kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Selasa, 5 Juni 2018.
Arief meminta Kemenkumham segera mengesahkan PKPU. Apalagi, kata dia, pihaknya dan pemerintah sama-sama setuju soal mantan koruptor.
Hanya saja, KPU memandang cara penanggulangan korupsi berbeda. Pihaknya, kata dia, ingin menyelesaikan masalah dari akar. Sementara pemerintah melalui Kemenkumham, mengatur lewat UU.
"Keduanya bisa dilakukan, karena substansinya soal korupsi, enggak ada yang menolak," kata Arief.
(Baca juga: KPU Siapkan Stretegi Jika PKPU Digugat ke MA)
Menurutnya, sejak rapat konsultasi baik KPU dan pemerintah sama-sama setuju mengatasi permasalahan korupsi. Adapun terkait cara yang berbeda, Arief memandang keduanya bisa berjalan beriringan.
"Kita lakukan saja lewat double track, KPU lakukan lewat PKPU. Dan pembuat UU melakukannya lewat UU," sebut Arief.
Anggota KPU Hasyim Asyari menambahkan, seharusnya pemerintah tak terjebak polemik mantan koruptor nyaleg. Jika PKPU dirasa tak mengakomodir kepentingan pemerintah, bisa dengan cepat mengambil tindakan.
"Kalau sudah setuju dengan yang diinisiasi oleh KPU, tapi dianggap inisiasi KPU ini bertentangan dengan UU, maka pihak-pihak yang punya otoritas segeralah merevisi UU ini," kata Hasyim.
KPU dan Kemenkumham melakukan pertemuan membahas PKPU. Pemerintah melalui Ditjen Perundang-undangan sama sekali tak mengeluarkan pernyataan. Pertemuan dilakukan tertutup sejak pukul 09.00 WIB hingga pukul 11.20 WIB.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/VNnRg9EN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, meminta pemerintah tak larut dalam polemik Peraturan KPU (PKPU) soal eks koruptor dilarang menjadi caleg. Sebab, hal ini bisa menghambat tahapan Pemilu Serentak 2019.
"Kita tahapannya ketat diatur UU. Kami harap ini jadi perhatian, karena 4-17 Juli 2018 ini ada pendaftaran (legislatif)," kata Arief di Kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Selasa, 5 Juni 2018.
Arief meminta Kemenkumham segera mengesahkan PKPU. Apalagi, kata dia, pihaknya dan pemerintah sama-sama setuju soal mantan koruptor.
Hanya saja, KPU memandang cara penanggulangan korupsi berbeda. Pihaknya, kata dia, ingin menyelesaikan masalah dari akar. Sementara pemerintah melalui Kemenkumham, mengatur lewat UU.
"Keduanya bisa dilakukan, karena substansinya soal korupsi, enggak ada yang menolak," kata Arief.
(Baca juga:
KPU Siapkan Stretegi Jika PKPU Digugat ke MA)
Menurutnya, sejak rapat konsultasi baik KPU dan pemerintah sama-sama setuju mengatasi permasalahan korupsi. Adapun terkait cara yang berbeda, Arief memandang keduanya bisa berjalan beriringan.
"Kita lakukan saja lewat double track, KPU lakukan lewat PKPU. Dan pembuat UU melakukannya lewat UU," sebut Arief.
Anggota KPU Hasyim Asyari menambahkan, seharusnya pemerintah tak terjebak polemik mantan koruptor nyaleg. Jika PKPU dirasa tak mengakomodir kepentingan pemerintah, bisa dengan cepat mengambil tindakan.
"Kalau sudah setuju dengan yang diinisiasi oleh KPU, tapi dianggap inisiasi KPU ini bertentangan dengan UU, maka pihak-pihak yang punya otoritas segeralah merevisi UU ini," kata Hasyim.
KPU dan Kemenkumham melakukan pertemuan membahas PKPU. Pemerintah melalui Ditjen Perundang-undangan sama sekali tak mengeluarkan pernyataan. Pertemuan dilakukan tertutup sejak pukul 09.00 WIB hingga pukul 11.20 WIB.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(REN)