Pengamat politik Ray Rangkuti. MI/Rommy Pujianto.
Pengamat politik Ray Rangkuti. MI/Rommy Pujianto.

Pilkada Tak Langsung Dinilai Lebih Berbahaya

Nur Azizah • 12 November 2019 14:04
Jakarta: Pengamat Politik Ray Rangkuti menolak wacana pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak langsung. Menurutnya, dampak pilkada tak langsung lebih berbahaya.
 
"Saat ini, mereka menganggap bahwa pilkada langsung itu memiliki mudarat yang besar, yakni maraknya politik uang. Padahal, pilkada tak langsung memiliki dampak yang lebih parah," kata Ray kepada Medcom.id, Jakarta, Selasa, 12 November 2019.
 
Bahaya yang dimaksud ialah oligarki (pemerintahan yang dijalankan beberapa orang dari golongan atau kelompok tertentu) partai. Ia khawatir pilkada tak langsung membuat partai sewenang-wenang menentukan kepala daerah.

"Oligarki politik jauh lebih berbahaya dibanding dengan politik uang. Selain itu, semangat demokrasi di bangsa ini akan berkurang," ujar dia.
 
Ia tak mau Indonesia kembali ke Orde Baru. Saat itu, seluruh kepala daerah dipilih sekelompok orang. 
 
"Parahnya, sekelompok orang yang dipilih ini tak bekerja bukan untuk bangsa dan negara tapi untuk kelompok itu sendiri," pungkas dia.
 
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta sistem pemilu dikaji ulang. Tito menyebut sistem pemilu saat ini berpotensi menimbulkan korupsi.
 
Tito menyebut salah satu sisi negatif sistem pemilu saat ini ialah tingginya biaya politik. Hal itu dinilai berdampak pada niat kepala daerah setelah terpilih.
 
"Tidak punya Rp30 miliar mau jadi bupati? Mana berani dia?" ujar Tito.
 
Tito tidak terkejut kepala daerah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT). Sebab, hal itu buat menutup tingginya biaya pemilu. Tito mencontohkan kepala daerah mengeluarkan biaya Rp30 miliar buat pilkada. Sementara, total pendapatan per bulan Rp200 juta. 
 
"Lima tahun menjabat hasilnya Rp12 miliar, mau rugi tidak? Apa benar ingin mengabdi pada nusa dan bangsa terus rugi? Omong kosong kalau pendapat saya," ujar dia. 
 
Namun, dia menyebut hal itu baru perhitungan kasar. Tito ingin menerima data berdasarkan riset akademik. Mantan Kapolri itu memastikan Kemendagri siap mendukung pelaksanaan riset. Dia mengajak institusi atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) menggelar kajian. 
 
Tito mengaku tidak keberatan bila hasil riset merekomendasikan sistem pemilu tak berubah. Dia bakal mencari cara agar dampak negatif sistem pemilu berkurang.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan