medcom.id, Jakarta: Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Pendidikan Karakter telah disahkan. Kementerian dan lembaga yang bertugas mengimplementasikan aturan itu harus betul-betul memperhatikan petunjuk teknis (juknis).
"Perlu diterjemahkan kembali dalam aturan turunan dari Perpres, bisa semacam petunjuk teknisnya," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti melalui pesan singkat pada Metrotvnews.com, Kamis 7 September 2017.
Beberapa hal harus diperhatikan dalam membuat petunjuk. Antara lain prinsip bahwa karakter bukanlah sebuah teori. Sehingga pendidikan karakter harus dibangun melalui seluruh proses pembelajaran di sekolah. Dimulai dari budaya sekolah.
Baca: Jokowi Minta Perpres Pendidikan Karakter tak Lagi Dipersoalkan
Regulator harus membuat aturan yang menggerakkan seluruh stakeholder di sekolah, guna mendidik karakter anak. Selanjutnya terkait awal mula pendidikan karakter dibentuk, yakni dari keluarga para murid. "Sebab 70% perilaku anak-anak adalah meniru," ucap Retno.
Ia memberi contoh ketika sekolah ingin menanamkan karakter jujur pada anak. Maka mulai dari Kepala Sekolah, harus menunjukkan sikap tersebut. Misalnya dengan pengelolaan keuangan sekolah yang transparan, terbuka dan laporannya dapat diakses seluruh pihak.
Dengan memberi contoh seperti itu, maka anak didik lambat laun bakal meniru, sebab mereka butuh teladan. Poin ketiga yakni mendidik anak berdasarkan kebiasaan, harus ada petunjuk teknis yang mengarahkan kepada kebiasaan positif. Seperti perilaku berulang yang bisa menjadi budaya atau kebiasaan.
"Misalnya perilaku membuang sampah pada tempatnya dan memilih sampah di sekolah. Sehingga anak-anak akan terbiasa menyimpan sampahnya jika dia tak menemukan tempat sampah dan akan dibuang sampai dia menemukan tempat sampah," ujar Retno.
Konsistensi elemen-elemen di sekolah dipertaruhkan, dan tentu harus dimulai dari guru dan kepala sekolah, yang harus menjadi model atau teladan terlebih dahulu. Poin keempat, keberhasilan PPK sangat ditentukan oleh faktor pendidik yang akan jadi role model bagi peserta didik.
Retno menyebut bakal tidak adil jika fokusnya hanya menuntut anak berubah. Harus ada gerakan pengawal perubahan dari tiap tenaga pendidik, yang setiap hari berinteraksi dengan para anak didiknya. Tujuannya agar menjadi contoh.
Terakhir adalah peningkatan kompetensi guru sebagai patron di sekolah, kualitas harus dioptimalisasi melalui program pemerintah.
"Pemerintah juga harus bekerja keras memenuhi 8 standar nasional pendidikan (SNP). Yaitu; standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan dan standar penilaian pendidikan," pungkas Retno.
medcom.id, Jakarta: Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Pendidikan Karakter telah disahkan. Kementerian dan lembaga yang bertugas mengimplementasikan aturan itu harus betul-betul memperhatikan petunjuk teknis (juknis).
"Perlu diterjemahkan kembali dalam aturan turunan dari Perpres, bisa semacam petunjuk teknisnya," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti melalui pesan singkat pada
Metrotvnews.com, Kamis 7 September 2017.
Beberapa hal harus diperhatikan dalam membuat petunjuk. Antara lain prinsip bahwa karakter bukanlah sebuah teori. Sehingga pendidikan karakter harus dibangun melalui seluruh proses pembelajaran di sekolah. Dimulai dari budaya sekolah.
Baca: Jokowi Minta Perpres Pendidikan Karakter tak Lagi Dipersoalkan
Regulator harus membuat aturan yang menggerakkan seluruh stakeholder di sekolah, guna mendidik karakter anak. Selanjutnya terkait awal mula pendidikan karakter dibentuk, yakni dari keluarga para murid. "Sebab 70% perilaku anak-anak adalah meniru," ucap Retno.
Ia memberi contoh ketika sekolah ingin menanamkan karakter jujur pada anak. Maka mulai dari Kepala Sekolah, harus menunjukkan sikap tersebut. Misalnya dengan pengelolaan keuangan sekolah yang transparan, terbuka dan laporannya dapat diakses seluruh pihak.
Dengan memberi contoh seperti itu, maka anak didik lambat laun bakal meniru, sebab mereka butuh teladan. Poin ketiga yakni mendidik anak berdasarkan kebiasaan, harus ada petunjuk teknis yang mengarahkan kepada kebiasaan positif. Seperti perilaku berulang yang bisa menjadi budaya atau kebiasaan.
"Misalnya perilaku membuang sampah pada tempatnya dan memilih sampah di sekolah. Sehingga anak-anak akan terbiasa menyimpan sampahnya jika dia tak menemukan tempat sampah dan akan dibuang sampai dia menemukan tempat sampah," ujar Retno.
Konsistensi elemen-elemen di sekolah dipertaruhkan, dan tentu harus dimulai dari guru dan kepala sekolah, yang harus menjadi model atau teladan terlebih dahulu. Poin keempat, keberhasilan PPK sangat ditentukan oleh faktor pendidik yang akan jadi role model bagi peserta didik.
Retno menyebut bakal tidak adil jika fokusnya hanya menuntut anak berubah. Harus ada gerakan pengawal perubahan dari tiap tenaga pendidik, yang setiap hari berinteraksi dengan para anak didiknya. Tujuannya agar menjadi contoh.
Terakhir adalah peningkatan kompetensi guru sebagai patron di sekolah, kualitas harus dioptimalisasi melalui program pemerintah.
"Pemerintah juga harus bekerja keras memenuhi 8 standar nasional pendidikan (SNP). Yaitu; standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan dan standar penilaian pendidikan," pungkas Retno.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(YDH)