Jakarta: Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai usulan pemilihan presiden dikembalikan kepada MPR sebuah kemunduran. Wacana ini mengembalikan Indonesia ke masa Orde Baru (Orba).
Menurut dia, pemilihan presiden secara langsung lahir dari proses politik panjang. Setelah empat kali amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, akhirnya rakyat bisa memilih kepala negara dengan tangannya sendiri.
"Berkaca pada demokrasi pura-pura selama 32 tahun kepemimpinan Orde Baru di bawah (Presiden) Soeharto, kok tiba-tiba sejarah itu seolah dihapus," kata Donal di Kantor PARA Syndicate, Jakata Selatan, Jumat, 29 November 2019.
Donal mengingatkan anggota DPR dan partai politik (parpol) untuk tidak melupakan sejarah. Pengalaman buruk di Orba tidak boleh terulang kembali.
"Tidak boleh hanya dikembalikan karena kepentingan segelintir elite-elite parpol saja. Menurut saya itu akan sangat membahayakan bagi ketatanegaraan dan publik secara lebih luas ke depannya," jelas dia.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sempat mengusulkan presiden dan wakil presiden kembali dipilih MPR. Rekomendasi PBNU kepada MPR itu berdasarkan hasil musyawarah alim ulama di Pondok Pesantren Kempek Cirebon, Jawa Barat, pada 2012.
"Intinya, PBNU merasa pemilihan presiden dan wapres (wakil presiden) lebih bermanfaat, bukan lebih baik, lebih tinggi kemaslahatannya, lebih baik dikembalikan ke MPR ketimbang (dipilih rakyat) langsung," kata Ketua MPR Bambang Soesatyo usai bertemu Ketua PBNU Said Aqil Siroj, Rabu, 27 November 2019.
Sementara itu, Istana Kepresidenan menegaskan presiden tetap harus dipilih langsung rakyat. Presiden Joko Widodo tak mau sistem pemilihan presiden dikembalikan ke MPR.
"Beliau (Jokowi) tegas mengatakan, 'Saya lahir dari pemilihan presiden secara langsung. Karena itu, saya akan tetap mendukung pemilihan presiden secara langsung, tidak melalui MPR'," kata juru bicara Presiden Fadjroel Rachman.
Jakarta: Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai usulan pemilihan presiden dikembalikan kepada MPR sebuah kemunduran. Wacana ini mengembalikan Indonesia ke masa Orde Baru (Orba).
Menurut dia, pemilihan presiden secara langsung lahir dari proses politik panjang. Setelah empat kali amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, akhirnya rakyat bisa memilih kepala negara dengan tangannya sendiri.
"Berkaca pada demokrasi pura-pura selama 32 tahun kepemimpinan Orde Baru di bawah (Presiden) Soeharto, kok tiba-tiba sejarah itu seolah dihapus," kata Donal di Kantor PARA Syndicate, Jakata Selatan, Jumat, 29 November 2019.
Donal mengingatkan anggota DPR dan partai politik (parpol) untuk tidak melupakan sejarah. Pengalaman buruk di Orba tidak boleh terulang kembali.
"Tidak boleh hanya dikembalikan karena kepentingan segelintir elite-elite parpol saja. Menurut saya itu akan sangat membahayakan bagi ketatanegaraan dan publik secara lebih luas ke depannya," jelas dia.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sempat mengusulkan presiden dan wakil presiden kembali dipilih MPR. Rekomendasi PBNU kepada MPR itu berdasarkan hasil musyawarah alim ulama di Pondok Pesantren Kempek Cirebon, Jawa Barat, pada 2012.
"Intinya, PBNU merasa pemilihan presiden dan wapres (wakil presiden) lebih bermanfaat, bukan lebih baik, lebih tinggi kemaslahatannya, lebih baik dikembalikan ke MPR ketimbang (dipilih rakyat) langsung," kata Ketua MPR Bambang Soesatyo usai bertemu Ketua PBNU Said Aqil Siroj, Rabu, 27 November 2019.
Sementara itu,
Istana Kepresidenan menegaskan presiden tetap harus dipilih langsung rakyat. Presiden Joko Widodo tak mau sistem pemilihan presiden dikembalikan ke MPR.
"Beliau (Jokowi) tegas mengatakan, 'Saya lahir dari pemilihan presiden secara langsung. Karena itu, saya akan tetap mendukung pemilihan presiden secara langsung, tidak melalui MPR'," kata juru bicara Presiden Fadjroel Rachman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)