Jakarta: Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menegaskan tindakan sejumlah pimpinan komisi DPR RI yang mengusir mitra kerja dari rapat adalah langkah tepat. Para mitra yang dikeluarkan dianggap tidak memiliki etika dalam bersidang dan cenderung merendahkan parlemen sebagai salah satu lembaga tinggi negara.
"Ini bukan persoalan ego. Ini adalah persoalan bagaimana kita menghormati aturan. Kewenangan DPR itu kan bukan untuk pribadi pimpinan atau anggota tetapi untuk tanggung jawab kami sebagai wakil rakyat," ujar Wakil Ketua MKD Habiburokhman kepada Media Indonesia, Minggu, 20 Februari 2022.
Habiburokhman menyebut pengusurian Direktur Utama PT Krakatau Steel Silmy Karim insiden paling menjengkelkan. Menurut dia, pemimpin BUMN yang bergerak di industri besi dan baja itu sama sekali tidak menghormati Wakil Ketua Komisi VII sebagai pimpinan sidang.
Habiburokhman mengakui saat itu memang terjadi adu argumen antara Silmy Karim dan Komisi VII. Namun, ada sikap yang ditunjukkan Dirut Krakatau Steel melewati batas dan menghina pimpinan rapat.
"Dalam sidang itu kan ada etikanya, ada aturannya. Ketika mau interupsi harus ada izin dulu yang harus diajukan. Ini dia main potong-potong pembicaraan saja dan yang dipotong ini pimpinan sidang," kata politisi Partai Gerindra itu.
Menurut dia, sanksi yang diberikan kepada Silmy Karim berupa pengusiran terlalu lemah. Seharusnya ada regulasi yang jauh lebih kuat untuk menghukum pihak-pihak yang dengan sadar dan sengaja menginjak-injak kehormatan DPR sebagai wakil rakyat.
"Di beberapa negara, penghinaan seperti ini bisa ditindaklanjuti ke ranah pidana. Ini yang akan saya usulkan ke depan," ucap Habiburokhman.
Baca: Pakar UGM: Kerap Usir Tamu, DPR Perlu Ubah Mekanisme Rapat
Dia mengaku akan menginisiasi perubahan Undang-undang MD3 demi memasukkan aturan sanksi yang lebih tegas bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran dalam persidangan. Hal tersebut dibutuhkan untuk melahirkan efek jera.
"Mungkin kalau hanya telat seperti anggota Komnas Perempuan, kita bisa keluarkan saat itu saja dan bisa hadir di rapat berikutnya. Tetapi jika sudah dalam konteks menghina parlemen perlu ada aturan pidana. Kalau dalam bersidang saja tidak ada etika bagaimana ketika bertugas di lapangan. Dia merasa kuat, merasa ditunjuk oleh orang kuat sehingga menganggap rakyat dan DPR bukan apa-apa," tegas Habiburokhman.
Dia mengakui untuk saat ini DPR tidak akan menghukum lebih jauh pihak-pihak yang diusir dari rapat. Mereka dipersilakan untuk kembali hadir dalam sidang yang digelar parlemen berikutnya.
"Karena memang aturannya belum ada jadi tidak ada masalah," tegas dia.
Jakarta:
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menegaskan tindakan sejumlah pimpinan komisi DPR RI yang mengusir mitra kerja dari rapat adalah langkah tepat. Para mitra yang dikeluarkan dianggap tidak memiliki etika dalam bersidang dan cenderung merendahkan parlemen sebagai salah satu lembaga tinggi negara.
"Ini bukan persoalan ego. Ini adalah persoalan bagaimana kita menghormati aturan. Kewenangan DPR itu kan bukan untuk pribadi pimpinan atau anggota tetapi untuk tanggung jawab kami sebagai wakil rakyat," ujar Wakil Ketua MKD Habiburokhman kepada Media Indonesia, Minggu, 20 Februari 2022.
Habiburokhman menyebut pengusurian Direktur Utama PT
Krakatau Steel Silmy Karim insiden paling menjengkelkan. Menurut dia, pemimpin
BUMN yang bergerak di industri besi dan baja itu sama sekali tidak menghormati Wakil Ketua Komisi VII sebagai pimpinan sidang.
Habiburokhman mengakui saat itu memang terjadi adu argumen antara Silmy Karim dan Komisi VII. Namun, ada sikap yang ditunjukkan Dirut Krakatau Steel melewati batas dan menghina pimpinan rapat.
"Dalam sidang itu kan ada etikanya, ada aturannya. Ketika mau interupsi harus ada izin dulu yang harus diajukan. Ini dia main potong-potong pembicaraan saja dan yang dipotong ini pimpinan sidang," kata politisi Partai Gerindra itu.
Menurut dia, sanksi yang diberikan kepada Silmy Karim berupa pengusiran terlalu lemah. Seharusnya ada regulasi yang jauh lebih kuat untuk menghukum pihak-pihak yang dengan sadar dan sengaja menginjak-injak kehormatan DPR sebagai wakil rakyat.
"Di beberapa negara, penghinaan seperti ini bisa ditindaklanjuti ke ranah pidana. Ini yang akan saya usulkan ke depan," ucap Habiburokhman.
Baca:
Pakar UGM: Kerap Usir Tamu, DPR Perlu Ubah Mekanisme Rapat
Dia mengaku akan menginisiasi perubahan Undang-undang MD3 demi memasukkan aturan sanksi yang lebih tegas bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran dalam persidangan. Hal tersebut dibutuhkan untuk melahirkan efek jera.
"Mungkin kalau hanya telat seperti anggota Komnas Perempuan, kita bisa keluarkan saat itu saja dan bisa hadir di rapat berikutnya. Tetapi jika sudah dalam konteks menghina parlemen perlu ada aturan pidana. Kalau dalam bersidang saja tidak ada etika bagaimana ketika bertugas di lapangan. Dia merasa kuat, merasa ditunjuk oleh orang kuat sehingga menganggap rakyat dan DPR bukan apa-apa," tegas Habiburokhman.
Dia mengakui untuk saat ini DPR tidak akan menghukum lebih jauh pihak-pihak yang diusir dari rapat. Mereka dipersilakan untuk kembali hadir dalam sidang yang digelar parlemen berikutnya.
"Karena memang aturannya belum ada jadi tidak ada masalah," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)