Jakarta: Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mencatat praktik jual beli jabatan banyak terjadi di kementerian yang dipimpin kader partai politik. Hal itu tak terlepas dari tekanan pimpinan partai politik yang menaunginya.
"Sekarang ini (paling banyak) menterinya (dari parpol), karena dia ditekan oleh pimpinan partai politik. Kalau yang profesional dia lebih independen," kata Ketua KASN Sofian Effendi dalam diskusi di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Rabu, 27 Maret 2019.
Sistem seleksi jabatan, kata dia, sebetulnya sudah terbuka dengan melibatkan panitia seleksi independen. Hal itu untuk menghindari konflik kepentingan dan hasilnya lebih objektif.
Awalnya, lanjut dia, sistem itu bisa menghilangkan praktik jual beli jabatan. Namun, nyatanya tidak walaupun jumlahnya berkurang.
"Tapi di kementerian yang dipimpin menteri dari parpol ternyata tidak bebas dari praktik itu. Yang berkurang itu di kementerian yang dipimpin menteri profesional seperti keuangan bappenas dan kesehatan," beber dia.
Menurut dia, ini tantangan bagi pemerintah untuk menyelesaikan masalah praktik jual beli jabatan. Dia mengusulkan kementerian tidak dipimpin oleh kader parpol agar masalah ini bisa diminimalisasi.
Baca: Mayoritas Kementerian dan Lembaga Jual Beli Jabatan
"Kalau pemerintah mau bentuk pemerintahan yang disyaratkan oleh sistem presidensial, menterinya harus profesional. Namun ini perjuangan satu langkah lagi," ujar dia.
Pemerintah juga harus mengembangkan sistem informasi di seluruh kementerian dan lembaga untuk menilai calon pejabat yang akan diseleksi. Menurut Sofian, sudah ada kementerian dan lembaga yang menerapkan sistem itu, dan cukup membantu KASN dalam memantau calon pejabat yang bermasalah.
"Kami di KASN dengan mudah bisa melihat setiap tahapan seleksi siapa yang terbaik dan kalau ada penyimpangan kami langsung tahu. Dan ini sangat membantu. Saat ini 30 persen dari 22 ribu tadi sudah melalui sistem ini," pungkas dia.
Jakarta: Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mencatat praktik jual beli jabatan banyak terjadi di kementerian yang dipimpin kader partai politik. Hal itu tak terlepas dari tekanan pimpinan partai politik yang menaunginya.
"Sekarang ini (paling banyak) menterinya (dari parpol), karena dia ditekan oleh pimpinan partai politik. Kalau yang profesional dia lebih independen," kata Ketua KASN Sofian Effendi dalam diskusi di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Rabu, 27 Maret 2019.
Sistem seleksi jabatan, kata dia, sebetulnya sudah terbuka dengan melibatkan panitia seleksi independen. Hal itu untuk menghindari konflik kepentingan dan hasilnya lebih objektif.
Awalnya, lanjut dia, sistem itu bisa menghilangkan praktik jual beli jabatan. Namun, nyatanya tidak walaupun jumlahnya berkurang.
"Tapi di kementerian yang dipimpin menteri dari parpol ternyata tidak bebas dari praktik itu. Yang berkurang itu di kementerian yang dipimpin menteri profesional seperti keuangan bappenas dan kesehatan," beber dia.
Menurut dia, ini tantangan bagi pemerintah untuk menyelesaikan masalah praktik jual beli jabatan. Dia mengusulkan kementerian tidak dipimpin oleh kader parpol agar masalah ini bisa diminimalisasi.
Baca: Mayoritas Kementerian dan Lembaga Jual Beli Jabatan
"Kalau pemerintah mau bentuk pemerintahan yang disyaratkan oleh sistem presidensial, menterinya harus profesional. Namun ini perjuangan satu langkah lagi," ujar dia.
Pemerintah juga harus mengembangkan sistem informasi di seluruh kementerian dan lembaga untuk menilai calon pejabat yang akan diseleksi. Menurut Sofian, sudah ada kementerian dan lembaga yang menerapkan sistem itu, dan cukup membantu KASN dalam memantau calon pejabat yang bermasalah.
"Kami di KASN dengan mudah bisa melihat setiap tahapan seleksi siapa yang terbaik dan kalau ada penyimpangan kami langsung tahu. Dan ini sangat membantu. Saat ini 30 persen dari 22 ribu tadi sudah melalui sistem ini," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)