Jakarta: Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo memberikan sanksi kepada lebih dari 20 aparatur sipil negara (ASN) setiap bulan. Sanksi diberikan karena kesalahan yang beragam.
"Meliputi tidak ada izin meninggalkan tugas dalam waktu bervariasi, masalah radikalisme, terorisme, korupsi, serta penggunaan dan pengedar narkoba," kata Tjahjo melalui keterangan tertulis, Kamis, 16 September 2021.
Sanksi itu berupa dibebastugaskan bagi ASN yang terpapar radikalisme dan pengguna narkoba. Tjahjo menyampaikan ASN yang menjadi pengguna dan pengedar narkoba langsung dipecat. Sedangkan ASN yang korupsi dan terlibat terorisme dipecat secara tidak hormat.
Tjahjo mendukung terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau ASN. Menurut dia, beleid itu berguna untuk mencegah perilaku tak disiplin ASN.
PP tersebut diharapkan mampu menyamaratakan sanksi. Sebab, banyak pejabat pembuat komitmen (PPK) tak maksimal dalam menjatuhkan sanksi bagi ASN.
"Setidaknya PPK yang memberi sanksi awal diharapkan seragam dalam mengambil keputusan pertama dan meningkatkan fungsi pengawasan," ucap Tjahjo.
Baca: Sebelum Ada PP 94/2021, Tjahjo Sebut 10-20 ASN Diberi Sanksi Tiap Bulan
Mantan Menteri Dalam Negeri itu mengaku menemukan ASN bolos dibiarkan sampai satu tahun. Sanksi yang diberikan juga telat.
"ASN tidak masuk kerja, dibiarkan, dan terlambat mengambil keputusan," ucap Tjahjo.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Beleid tersebut berisi berbagai ketentuan yang harus dilaksanakan berikut sanksi yang akan dijatuhkan jika dilanggar para abdi negara.
Sebagai contoh, pada pasal 11, dijelaskan sederet hukuman disiplin berat terhadap berbagai pelanggaran, termasuk bolos kerja. Masih di pasal yang sama pada ayat 2 huruf d disebutkan PNS dapat dikenakan penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan.
Sanksi ini berlaku jika tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 21 sampai dengan 24 hari kerja dalam satu tahun. Selain itu, abdi negara juga akan dibebaskan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan jika tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 25 sampai dengan 27 hari kerja dalam satu tahun.
Bahkan, PNS bisa diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri jika tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 28 hari kerja atau lebih dalam satu tahun. Selain bolos kerja, sanksi berat akan dijatuhkan bagi pegawai pemerintahan yang memberikan dukungan kepada calon presiden/wakil presiden, calon kepala daerah/wakil kepala daerah, calon anggota dewan perwakilan rakyat, calon anggota dewan perwakilan daerah, atau calon anggota dewan perwakilan rakyat daerah.
PNS dilarang ikut kampanye, menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS, ikut kampanye dan mengerahkan PNS lain, dan ikut kampanye dengan menggunakan fasilitas negara. PNS jug dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye, serta memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.
Jakarta: Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo memberikan sanksi kepada lebih dari 20 aparatur sipil negara (
ASN) setiap bulan. Sanksi diberikan karena kesalahan yang beragam.
"Meliputi tidak ada izin meninggalkan tugas dalam waktu bervariasi, masalah radikalisme, terorisme, korupsi, serta penggunaan dan pengedar narkoba," kata Tjahjo melalui keterangan tertulis, Kamis, 16 September 2021.
Sanksi itu berupa dibebastugaskan bagi ASN yang terpapar
radikalisme dan pengguna narkoba. Tjahjo menyampaikan ASN yang menjadi pengguna dan pengedar narkoba langsung dipecat. Sedangkan ASN yang korupsi dan terlibat
terorisme dipecat secara tidak hormat.
Tjahjo mendukung terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau ASN. Menurut dia, beleid itu berguna untuk mencegah perilaku tak disiplin ASN.
PP tersebut diharapkan mampu menyamaratakan sanksi. Sebab, banyak pejabat pembuat komitmen (PPK) tak maksimal dalam menjatuhkan sanksi bagi ASN.
"Setidaknya PPK yang memberi sanksi awal diharapkan seragam dalam mengambil keputusan pertama dan meningkatkan fungsi pengawasan," ucap Tjahjo.
Baca:
Sebelum Ada PP 94/2021, Tjahjo Sebut 10-20 ASN Diberi Sanksi Tiap Bulan
Mantan Menteri Dalam Negeri itu mengaku menemukan ASN bolos dibiarkan sampai satu tahun. Sanksi yang diberikan juga telat.
"ASN tidak masuk kerja, dibiarkan, dan terlambat mengambil keputusan," ucap Tjahjo.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Beleid tersebut berisi berbagai ketentuan yang harus dilaksanakan berikut sanksi yang akan dijatuhkan jika dilanggar para abdi negara.
Sebagai contoh, pada pasal 11, dijelaskan sederet hukuman disiplin berat terhadap berbagai pelanggaran, termasuk bolos kerja. Masih di pasal yang sama pada ayat 2 huruf d disebutkan PNS dapat dikenakan penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan.
Sanksi ini berlaku jika tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 21 sampai dengan 24 hari kerja dalam satu tahun. Selain itu, abdi negara juga akan dibebaskan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan jika tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 25 sampai dengan 27 hari kerja dalam satu tahun.
Bahkan, PNS bisa diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri jika tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 28 hari kerja atau lebih dalam satu tahun. Selain bolos kerja, sanksi berat akan dijatuhkan bagi pegawai pemerintahan yang memberikan dukungan kepada calon presiden/wakil presiden, calon kepala daerah/wakil kepala daerah, calon anggota dewan perwakilan rakyat, calon anggota dewan perwakilan daerah, atau calon anggota dewan perwakilan rakyat daerah.
PNS dilarang ikut kampanye, menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS, ikut kampanye dan mengerahkan PNS lain, dan ikut kampanye dengan menggunakan fasilitas negara. PNS jug dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye, serta memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)