Jakarta: Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mencium bau amis dari klausul pemilihan gubernur Jakarta oleh presiden. Bakal kebijakan itu diduga untuk alasan pragmatis.
"Ada barter dengan revisi keempat undang-undang pilkada (pemilihan kepala daerah) yang dimajukan dari November ke September," kata pembina Perludem Titi Anggraini dalam diskusi virtual Crosscheck Metrotvnews.com bertajuk 'Gubernur Jakarta Dipilih Presiden? Karpet Merah Gibran Jika Kalah Pilpres?' Minggu, 10 Desember 2023.
Titi mengatakan jadwal yang dimajukan itu menguntungkan anggota DPR yang maju di Pemilihan Umum (2024). Mereka masih punya jabatan di DPR seandainya kalah di September.
"Karena pelantikan 1 Oktober dan jadinya kita boleh berspekulasi ada dua kepentingan pragmatis bertemu," papar dia.
Titi curiga klausul pemilihan gubernur Jakarta oleh presiden menjadi bahan rayuan kepada eksekutif. Supaya pemerintah mau memajukan pilkada ke September.
"Dia tidak harus kehilangan kursi DPR kalau terpilih. Karena kalau kalah di September, 1 Oktober dia masih bisa dilantik," jelas dia.
Selain itu, Titi kecewa lantaran Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) disebut-sebut menjadi merupakan DPR. Anggota DPR yang notabene anggota partai politik seyogianya menolak klausul tersebut.
"Untuk apa sih parpol kalau dia tidak ada promosi karier jadi pejabat publik? Makanya seharusnya parpol berjuang," jelas dia.
Menurut Titi, seharusnya seluruh fraksi menolak wacana pemilihan gubernur oleh presiden. Sebab, hal itu memperkecil peluang kader parpol untuk menjadi kepala daerah.
"Seharusnya semakin terbuka ruang akses pemilihan dan promosi kader terbaik mereka juga banyak pos-posnya," tutur dia.
Jakarta: Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mencium bau amis dari klausul pemilihan gubernur Jakarta oleh presiden. Bakal kebijakan itu diduga untuk alasan pragmatis.
"Ada barter dengan revisi keempat undang-undang pilkada (pemilihan kepala daerah) yang dimajukan dari November ke September," kata pembina Perludem Titi Anggraini dalam diskusi virtual
Crosscheck Metrotvnews.com bertajuk 'Gubernur Jakarta Dipilih Presiden? Karpet Merah Gibran Jika Kalah Pilpres?' Minggu, 10 Desember 2023.
Titi mengatakan jadwal yang dimajukan itu menguntungkan anggota DPR yang maju di
Pemilihan Umum (2024). Mereka masih punya jabatan di DPR seandainya kalah di September.
"Karena pelantikan 1 Oktober dan jadinya kita boleh berspekulasi ada dua kepentingan pragmatis bertemu," papar dia.
Titi curiga klausul pemilihan gubernur Jakarta oleh presiden menjadi bahan rayuan kepada eksekutif. Supaya pemerintah mau memajukan pilkada ke September.
"Dia tidak harus kehilangan kursi DPR kalau terpilih. Karena kalau kalah di September, 1 Oktober dia masih bisa dilantik," jelas dia.
Selain itu, Titi kecewa lantaran Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (
RUU DKJ) disebut-sebut menjadi merupakan DPR. Anggota DPR yang notabene anggota partai politik seyogianya menolak klausul tersebut.
"Untuk apa sih parpol kalau dia tidak ada promosi karier jadi pejabat publik? Makanya seharusnya parpol berjuang," jelas dia.
Menurut Titi, seharusnya seluruh fraksi menolak wacana pemilihan gubernur oleh presiden. Sebab, hal itu memperkecil peluang kader parpol untuk menjadi kepala daerah.
"Seharusnya semakin terbuka ruang akses pemilihan dan promosi kader terbaik mereka juga banyak pos-posnya," tutur dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)