Jakarta: Penyerahan Surat Presiden (Supres) Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ke DPR dikritik. Pemandangan tersebut dianggap tidak baik, terutama dari segi komunikasi politik.
"Kalau menurut saya tidak begitu pas untuk komunikasinya," kata Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) Jimly Asshiddiqie dalam diskusi virtual Smart FM di Jakarta, Sabtu, 18 Juli 2020.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menilai, pemandangan tersebut hanya bentuk persatuan kelompok elite. Padahal, polemik RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang kemudian diubah menjadi BPIP terjadi antara elite dengan masyarakat.
"Hubungan pejabat dan rakyat ini tidak dibuat rujuk," ungkap dia.
Baca: Pemerintah Dinilai Salah Langkah terkait RUU HIP
Hal senada juga disampaikan Guru Hukum Konstitusi Universitas Muhammadiyah Surakarta Aidul Fitriciada Azhari. Pemerintah dinilai harus memperbaiki pola komunikasi.
Menurutnya, kehadiran banyak menteri dalam penyerahan berpotensi menimbulkan polarisasi baru. Pemerintah seharusnya menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat.
"Harusnya komunikasi lebih lembut dan dilakukan mungkin nanti setelah itu dengan adanya DIM (daftar Inventaris Masalah) RUU dari pemerintah dan dikomunikasikan kepada masyarakat," ujar Aidul.
Pemerintah menyerahkan Supres RUU BPIP sebagai pengganti RUU HIP kepada DPR pada Kamis, 16 Juli 2020. Dokumen diserahkan langsung oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud.
Mahfud MD didampingi lima menteri. Mereka ialah Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna Laoly, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo.
Jakarta: Penyerahan Surat Presiden (Supres) Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ke DPR dikritik. Pemandangan tersebut dianggap tidak baik, terutama dari segi komunikasi politik.
"Kalau menurut saya tidak begitu pas untuk komunikasinya," kata Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) Jimly Asshiddiqie dalam diskusi virtual Smart FM di Jakarta, Sabtu, 18 Juli 2020.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menilai, pemandangan tersebut hanya bentuk persatuan kelompok elite. Padahal, polemik RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang kemudian diubah menjadi BPIP terjadi antara elite dengan masyarakat.
"Hubungan pejabat dan rakyat ini tidak dibuat rujuk," ungkap dia.
Baca:
Pemerintah Dinilai Salah Langkah terkait RUU HIP
Hal senada juga disampaikan Guru Hukum Konstitusi Universitas Muhammadiyah Surakarta Aidul Fitriciada Azhari. Pemerintah dinilai harus memperbaiki pola komunikasi.
Menurutnya, kehadiran banyak menteri dalam penyerahan berpotensi menimbulkan polarisasi baru. Pemerintah seharusnya menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat.
"Harusnya komunikasi lebih lembut dan dilakukan mungkin nanti setelah itu dengan adanya DIM (daftar Inventaris Masalah) RUU dari pemerintah dan dikomunikasikan kepada masyarakat," ujar Aidul.
Pemerintah menyerahkan Supres RUU BPIP sebagai pengganti RUU HIP kepada DPR pada Kamis, 16 Juli 2020. Dokumen diserahkan langsung oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud.
Mahfud MD didampingi lima menteri. Mereka ialah Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna Laoly, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)