Jakarta: Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin mengaku terkejut dengan ditutupnya sejumlah media cetak nasional yang beralih ke media online. Hal ini terkait dengan adanya pengumuman ditutupnya Harian Republika dan sejumlah media cetak lainnya.
“Saya memang merasa terkejut ada pengumuman dari Republika yang mau ditutup ya, ada juga beberapa media cetak lainnya yang akan beralih ke media online,” kata Ma’ruf saat memberikan pengantar diskusi dengan Forum Pemred di Kediaman Wapres, Rabu, 28 Desember 2022.
Dia sudah mengetahui mengenai kehidupan industri media saat ini yang tidak baik-baik saja. “Oleh karena itu, saya ingin mendengar langsung tentang persoalan yang dihadapi media sesungguhnya. Dari pemimpin redaksi dan pemimpin organisasi (media),” ujar dia.
Ma’ruf berharap diskusi dengan Forum Pemred bisa menghasilkan butir-butir penting yang menjadi bahan kebijakan. “Yang penting kita usahakan seperti apa langkahnya agar negara juga bisa hadir dan memberikan solisi yang tepat,” ujar dia.
Ketua Forum Pemred Arifin Asydhad mengungkapkan kalangan media sudah menyampaikan kesulitan yang dihadapi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa tahun lalu. Saat itu, para pimpinan media massa sudah menyampaikan kedaruratan industri media.
“Disampaikan situasi ekosistem media ini sedang enggak baik. Sudah darurat,” ungkap dia.
Dia menyebutkan sebenarnya kemunculan media online dalam dunia pers ini baik untuk masyarakat. Persoalannya, tambah dia, pada pratiknya banyak media yang kemudian melanggar etika.
“Ada satu media punya dua wartawan bisa produksi 30-40 berita sehari. Comot sana sini,” jelas dia.
Selain itu, banyak media mengejar click dan views untuk mengejar pembaca. Semakin banyak views dinilai semakin baik.
“Bahayanya kemudian banyak yang berlomba-lomba untuk membuat media mengeluarkan berita bombastis. Berita yang memang sesuatu remeh temeh belum tentu ada manfaat untuk negara,” ujar dia.
Pengamat media Agus Sudibyo menambahkan saat ini dibutuhkan keseimbangan baru dalam industri media nasional. Selama ini ada ketidakseimbangan di mana apabila media mainstream membuat kesalahan akan mendapatkan teguran dan sanksi. Namun platform global seperti Google dan Facebook tidak mendapatkan sanksi apa pun.
Begitu pun soal pajak. Seharusnya ada kesetaraan di mata hukum yang taat kepada regulasi nasional,” kata dia.
Dia berharap janji pemerintah untuk mengesahkan publisher right betul-betul diwujudkan. “Ini akan menjadi kado yang indah bagi teman yang sedang tidak baik-baik saja. Regulasi akan menjadi tapak pertama,” ujar dia.
Sementara itu, Direktur Pemberitaan Media Indonesia Ade Alawi sangat berharap publisher right tidak mengalami judicial review di Mahkamah Agung. Baginya dukungan pemerintah untuk penerbitan publisher right merupakan hal mutlak untuk memberikan sebuah keseimbangan.
“Jadi tetap kami sebagai publisher bagaimana mendapatkan keuntungan dalam pertarungan saat ini,” jelas dia.
Jakarta: Wakil Presiden (
Wapres) Ma’ruf Amin mengaku terkejut dengan ditutupnya sejumlah media cetak nasional yang beralih ke
media online. Hal ini terkait dengan adanya pengumuman ditutupnya Harian Republika dan sejumlah media cetak lainnya.
“Saya memang merasa terkejut ada pengumuman dari Republika yang mau ditutup ya, ada juga beberapa media cetak lainnya yang akan beralih ke media
online,” kata Ma’ruf saat memberikan pengantar diskusi dengan Forum Pemred di Kediaman Wapres, Rabu, 28 Desember 2022.
Dia sudah mengetahui mengenai kehidupan
industri media saat ini yang tidak baik-baik saja. “Oleh karena itu, saya ingin mendengar langsung tentang persoalan yang dihadapi media sesungguhnya. Dari pemimpin redaksi dan pemimpin organisasi (media),” ujar dia.
Ma’ruf berharap diskusi dengan Forum Pemred bisa menghasilkan butir-butir penting yang menjadi bahan kebijakan. “Yang penting kita usahakan seperti apa langkahnya agar negara juga bisa hadir dan memberikan solisi yang tepat,” ujar dia.
Ketua Forum Pemred Arifin Asydhad mengungkapkan kalangan media sudah menyampaikan kesulitan yang dihadapi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa tahun lalu. Saat itu, para pimpinan media massa sudah menyampaikan kedaruratan industri media.
“Disampaikan situasi ekosistem media ini sedang enggak baik. Sudah darurat,” ungkap dia.
Dia menyebutkan sebenarnya kemunculan media
online dalam dunia pers ini baik untuk masyarakat. Persoalannya, tambah dia, pada pratiknya banyak media yang kemudian melanggar etika.
“Ada satu media punya dua wartawan bisa produksi 30-40 berita sehari. Comot sana sini,” jelas dia.
Selain itu, banyak media mengejar
click dan
views untuk mengejar pembaca. Semakin banyak
views dinilai semakin baik.
“Bahayanya kemudian banyak yang berlomba-lomba untuk membuat media mengeluarkan berita bombastis. Berita yang memang sesuatu remeh temeh belum tentu ada manfaat untuk negara,” ujar dia.
Pengamat media Agus Sudibyo menambahkan saat ini dibutuhkan keseimbangan baru dalam industri media nasional. Selama ini ada ketidakseimbangan di mana apabila media
mainstream membuat kesalahan akan mendapatkan teguran dan sanksi. Namun platform global seperti
Google dan
Facebook tidak mendapatkan sanksi apa pun.
Begitu pun soal pajak. Seharusnya ada kesetaraan di mata hukum yang taat kepada regulasi nasional,” kata dia.
Dia berharap janji pemerintah untuk mengesahkan
publisher right betul-betul diwujudkan. “Ini akan menjadi kado yang indah bagi teman yang sedang tidak baik-baik saja. Regulasi akan menjadi tapak pertama,” ujar dia.
Sementara itu, Direktur Pemberitaan Media Indonesia Ade Alawi sangat berharap
publisher right tidak mengalami
judicial review di Mahkamah Agung. Baginya dukungan pemerintah untuk penerbitan
publisher right merupakan hal mutlak untuk memberikan sebuah keseimbangan.
“Jadi tetap kami sebagai
publisher bagaimana mendapatkan keuntungan dalam pertarungan saat ini,” jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)