Jakarta: Penyelesaian pelanggaran HAM di Indonesia yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat pidato kenegaraan diharapkan tidak hanya sebatas janji-janji atau wacana. Harus ada komitmen dari semua pihak serta tim yang proaktif untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu yang disampaikan Presiden dalam pidatonya perlu dikawal, hingga sampai proses penyelesaiannya dapat terjadi sesuai harapan masyarakat atau keluarga korban," kata aktivis HAM asal Papua Theo Hesegem dalam keterangan persnya, Minggu, 28 Agustus 2022.
Menurut dia, pemerintah tidak bisa memaksakan keinginannya dalam proses penyelesaian pelanggaran HAM. Pemerintah Pusat harus mau mengikuti keinginan dan kemauan keluarga korban pelanggaran HAM.
"Sehingga, penyelesaiannya tuntas tanpa ada masalah, apabila keluarga dipaksakan mengikuti keinginan pemerintah pusat maka penyelesaian pelanggaran HAM tidak pernah akan tuntas, sekalipun Presiden menyampaikan pidatonya dengan berapi-api," ucap dia.
Dalam konteks konflik Papua, Theo mengatakan penyelesaian pelanggaran HAM yang disampaikan Presiden sangat penting untuk mengakhiri krisis kemanusiaan yang berdampak dari kekerasan konflik bersenjata di wilayah tersebut. Apalagi, selama ini pemerintah terkesan menutup-nutupi beberapa kasus pelanggaran HAM di Papua yang justru tidak memberikan harapan keadilan bagi keluarga korban.
Theo menyatakan bahwa masalah konflik Papua tidak sama dengan Aceh, Ambon, atau wilayah di Indonesia lainnya. Baginya, persoalan di Papua muncul akibat masalah sejarah dan status politik integrasi ke Indonesia.
"Untuk itu status Politik juga harus diselesaiakan dengan terbuka. Karena Orang Asli Papua juga selama ini berpikir bahwa status Politik Papua belum selesai dan menurut kami sejak itu terjadi pelanggaran HAM," tegas dia.
Jakarta: Penyelesaian
pelanggaran HAM di Indonesia yang disampaikan Presiden
Joko Widodo (Jokowi) saat pidato kenegaraan diharapkan tidak hanya sebatas janji-janji atau wacana. Harus ada komitmen dari semua pihak serta tim yang proaktif untuk menyelesaikan pelanggaran
HAM berat masa lalu.
"Penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu yang disampaikan Presiden dalam pidatonya perlu dikawal, hingga sampai proses penyelesaiannya dapat terjadi sesuai harapan masyarakat atau keluarga korban," kata aktivis HAM asal Papua Theo Hesegem dalam keterangan persnya, Minggu, 28 Agustus 2022.
Menurut dia, pemerintah tidak bisa memaksakan keinginannya dalam proses penyelesaian pelanggaran HAM. Pemerintah Pusat harus mau mengikuti keinginan dan kemauan keluarga korban pelanggaran HAM.
"Sehingga, penyelesaiannya tuntas tanpa ada masalah, apabila keluarga dipaksakan mengikuti keinginan pemerintah pusat maka penyelesaian pelanggaran HAM tidak pernah akan tuntas, sekalipun Presiden menyampaikan pidatonya dengan berapi-api," ucap dia.
Dalam konteks konflik Papua, Theo mengatakan penyelesaian pelanggaran HAM yang disampaikan Presiden sangat penting untuk mengakhiri krisis kemanusiaan yang berdampak dari kekerasan konflik bersenjata di wilayah tersebut. Apalagi, selama ini pemerintah terkesan menutup-nutupi beberapa kasus pelanggaran HAM di Papua yang justru tidak memberikan harapan keadilan bagi keluarga korban.
Theo menyatakan bahwa masalah konflik Papua tidak sama dengan Aceh, Ambon, atau wilayah di Indonesia lainnya. Baginya, persoalan di Papua muncul akibat masalah sejarah dan status politik integrasi ke Indonesia.
"Untuk itu status Politik juga harus diselesaiakan dengan terbuka. Karena Orang Asli Papua juga selama ini berpikir bahwa status Politik Papua belum selesai dan menurut kami sejak itu terjadi pelanggaran HAM," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)