Jakarta: Publik yang diwakili Koalisi Masyarakat Sipil (Kontras) mempertanyakan Keputusan Presiden (Keppres) terkait Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. Keppres itu baru saja diteken oleh Presiden Joko Widodo.
Presiden Jokowi pun diminta untuk membatalkan pemberlakuan keppres tersebut. Pasalnya keberadaan keppres itu dianggap tidak sesuai dengan Undang-Undang (UU).
"Kami mendesak Presiden membatalkan Keppres tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu," ujar Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti dalam konferensi pers, Rabu, 17 Agustus 2022.
Fatia menyebut pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Ham Berat Masa Lalu mengindikasikan negara tidak mampu memenuhi pilar keadilan. Padahal, negara memiliki kewajiban untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat sesuai amanat UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
"Kami melihat upaya memisahkan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu berbasis metode yudisial dan non-yudisial, hanya sebagai kamuflase dari lemahnya negara untuk menindak pelaku kejahatan kemanusiaan dan luar biasa di Indonesia," imbuhnya.
Pihaknya menilai keppres yang disampaikan Presiden dalam pidato Sidang Tahunan MPR merupakan jalan pintas negara. Dalam hal ini, untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu. Publik belum melihat standar norma pengaturan yang dipilih Kepala Negara dan jajarannya dalam menyusun regulasi tersebut.
"Padahal, ini hanya cara yang dipilih pemerintah melayani para pelanggar HAM berat masa lalu, agar terhindar dari mekanisme yudisial," ujar Fatia.
Maria Catarina Sumarsih selaku keluarga korban tragedi Semanggi 1, berpendapat keppres tersebut semakin menunjukkan pelaku HAM berat tidak akan diproses secara pidana. Dirinya menuntut keadilan kepada pemerintah, agar pelanggar HAM berat masa lalu dapat diproses secara yudisial.
Jakarta: Publik yang diwakili Koalisi Masyarakat Sipil (Kontras) mempertanyakan Keputusan Presiden (Keppres) terkait Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial
Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. Keppres itu baru saja diteken oleh Presiden Joko Widodo.
Presiden
Jokowi pun diminta untuk membatalkan pemberlakuan keppres tersebut. Pasalnya keberadaan keppres itu dianggap tidak sesuai dengan Undang-Undang (UU).
"Kami mendesak Presiden membatalkan Keppres tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu," ujar Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti dalam konferensi pers, Rabu, 17 Agustus 2022.
Fatia menyebut pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Ham Berat Masa Lalu mengindikasikan negara tidak mampu memenuhi pilar keadilan. Padahal, negara memiliki kewajiban untuk menuntaskan
kasus pelanggaran HAM berat sesuai amanat UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
"Kami melihat upaya memisahkan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu berbasis metode yudisial dan non-yudisial, hanya sebagai kamuflase dari lemahnya negara untuk menindak pelaku kejahatan kemanusiaan dan luar biasa di Indonesia," imbuhnya.
Pihaknya menilai keppres yang disampaikan Presiden dalam pidato Sidang Tahunan MPR merupakan jalan pintas negara. Dalam hal ini, untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu. Publik belum melihat standar norma pengaturan yang dipilih Kepala Negara dan jajarannya dalam menyusun regulasi tersebut.
"Padahal, ini hanya cara yang dipilih pemerintah melayani para pelanggar HAM berat masa lalu, agar terhindar dari mekanisme yudisial," ujar Fatia.
Maria Catarina Sumarsih selaku keluarga korban tragedi Semanggi 1, berpendapat keppres tersebut semakin menunjukkan pelaku HAM berat tidak akan diproses secara pidana. Dirinya menuntut keadilan kepada pemerintah, agar pelanggar HAM berat masa lalu dapat diproses secara yudisial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)