Jakarta: Pemerintah berencana merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Berbagai pihak diminta tidak langsung menolak jika ada pengajuan perubahan UU tersebut.
"Jadi jangan alergi terhadap perubahan itu," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dikutip dari akun YouTube Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Rabu, 3 Maret 2021.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menegaskan semua aturan yang dibuat tidak bersifat tetap. Aturan sewaktu-waktu bisa berubah mengikuti perkembangan di tengah masyarakat.
Dia mencontohkan penyusunan UU ITE pada 2000-an. Aturan itu dibuat untuk mewadahi tindak kejahatan yang dilakukan melalui internet. Sebab, regulasi pada saat itu belum cukup kuat menangani pelanggaran di dunia maya.
"Dibuat yang baru atau mengganti yang lama, itu kan karena ada perkembangan baru, termasuk adanya UU ITE ini," ungkap dia.
Dia menyampaikan pemerintah telah membentuk tim kajian untuk merespons wacana revisi UU ITE. Tim tersebut terdiri atas dua sub bagian, yakni tim kajian implementasi dan telaah revisi.
Baca: Tim Kajian UU ITE Tampung Masukan Aktivis dan Asosiasi Pers
Tim telaah revisi bakal menimbang apakah perlu dilakukan perubahan regulasi, terutama pada Pasal 27 ayat (3) dan 28 ayat (2) UU ITE. Tim ini bakal meminta masukan dari semua pihak, termasuk pelapor dan korban dua ketentuan yang lebih dikenal dengan pasal karet tersebut.
"Akan mengundang kademisi, pegiat media, pegiat demokrasi, penegak hukum, korban, dan pelapor juga akan kita undang," ujar dia.
Jakarta: Pemerintah berencana merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (
ITE). Berbagai pihak diminta tidak langsung menolak jika ada pengajuan perubahan UU tersebut.
"Jadi jangan alergi terhadap perubahan itu," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (
Menko Polhukam) Mahfud MD dikutip dari akun YouTube Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Rabu, 3 Maret 2021.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menegaskan semua aturan yang dibuat tidak bersifat tetap. Aturan sewaktu-waktu bisa berubah mengikuti perkembangan di tengah masyarakat.
Dia mencontohkan penyusunan UU ITE pada 2000-an. Aturan itu dibuat untuk mewadahi tindak kejahatan yang dilakukan melalui internet. Sebab, regulasi pada saat itu belum cukup kuat menangani pelanggaran di dunia maya.
"Dibuat yang baru atau mengganti yang lama, itu kan karena ada perkembangan baru, termasuk adanya UU ITE ini," ungkap dia.
Dia menyampaikan pemerintah telah membentuk tim kajian untuk merespons wacana revisi UU ITE. Tim tersebut terdiri atas dua sub bagian, yakni tim kajian implementasi dan telaah revisi.
Baca: Tim Kajian UU ITE Tampung Masukan Aktivis dan Asosiasi Pers
Tim telaah revisi bakal menimbang apakah perlu dilakukan perubahan regulasi, terutama pada Pasal 27 ayat (3) dan 28 ayat (2) UU ITE. Tim ini bakal meminta masukan dari semua pihak, termasuk pelapor dan korban dua ketentuan yang lebih dikenal dengan pasal karet tersebut.
"Akan mengundang kademisi, pegiat media, pegiat demokrasi, penegak hukum, korban, dan pelapor juga akan kita undang," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)