medcom.id, Jakarta: Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memberhentikan program kantong plastik tidak gratis (KPTG). Pasalnya, Aprindo mengaku banyak mendapatkan intervensi selama pemberlakuan program KPTG tersebut.
"Kami memutuskan menggratiskan kembali kantong plastik di seluruh ritel modern per 1 Oktober 2016," kata Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey di kawasan Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (3/9/2016).
Menurut Roy, Indonesia menduduki peringkat kedua sampahnya terbanyak dibuang ke laut setelah Tiongkok. Uji coba KPTG ini yang telah dilakukan dua kali melalui monitoring Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), berhasil menurunkan penggunaan kantong plastik sebesar 25 hingga 30 persen. Namun, Roy mengeluhkan adanya intervensi dari sejumlah pemerintah daerah (Pemda).
Baca: Aprindo Tunggu Audiensi Permen untuk Plastik Berbayar
Intervensi itu di antaranya berupa sejumlah pemerintah daerah (Pemda) yang menafsirkan KPTG itu secara keliru. Pemda setempat membuat peraturan daerah terkait penanganan limbah kantong plastik yang tidak sejalan dengan KLHK.
"Tetapi dalam perjalanan program KPTG, setelah kami mengevaluasi, mengkaji, mengobserve seluruh anggota daripada Aprindo, kami mulai mengalami kendala dalam pelaksanaan KPTG. Sudah mulai ada intervensi yang sangat tidak mengerti substansi program KPTG. Mereka menetapkan harga kantong plastik ada yang Rp1.500, Rp5.000 dan seterusnya," ucap dia.
Padahal sudah ada kesepakatan harga plastik Rp200. Kesepakatan itu setelah melalui rapat yang terdiri dari KLHK, Aprindo, Badan Perlindungan Konsumen Nasional, dan YLKI.
Namun dengan harga yang beragam ditentukan oleh sejumlah pemda yang ada, kata Roy, tentu dapat membahayakan mekanisme perdagangan. "Dari 514, ada 10 kabupaten dan kotamadya yang mencoba menafsirkan program KPTG Rp200," ujar dia.
Kemudian intervensi lainnya adalah program KPTG yang hanya berdasarkan surat edaran KLHK ini, rawan gugatan atau somasi dari kelompok masyarakat terentu. Mereka berdalih KPTG ini tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
"Oleh karena itu, kami berharap segera diterbitkan Peraturan Menteri (Permen) terkait KPTG ini, agar pelaksanaannya dapat berjalan lebih optimal dan sesuai tujuan bersama," tandas Roy.
Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey--Metrotvnews.com/M Rodhi Aulia
Roy menegaskan dengan program KPTG ini, kantong plastik menjadi barang dagangan tersendiri. Sebelum ada KPTG, pembayaran plastik itu dibebankan kepada barang dagangan lainnya yang dibeli konsumen.
Roy mengilustrasikan segelas lemon tea yang dibeli di sebuah restoran. Dalam gelas itu tentu ada sedotan. Konsumen biasanya membayar segelas lemon tea itu kepada restoran.
Sementara sedotannya tidak dihitung biayanya atau tidak tertera dalam bill belanja. Pada hakikatnya, kata Roy, restoran pasti membutuhkan biaya terkait pengadaan sedotan.
Dan biaya sedotan itu, dibebankan kepada harga segelas lemon tea secara keseluruhan. Jika sedotan dipisahkan sendiri dengan segelas lemon tea, maka harga lemon tea berkurang. "Misalnya harga awalnya Rp25.000. Setelah dikurangi tanpa sedotan menjadi Rp24.800, misalnya," ujar dia.
Begitu juga dengan harga kantong plastik di ritel modern yang ada. Pemberlakuan KPTG, otomatis mengurangi harga barang lain yang dibeli konsumen. Dan sebaliknya. Jika kembali kantong plastik itu gratis, maka barang lain itu harganya disesuaikan dengan pengadaan kantong plastik tersebut.
medcom.id, Jakarta: Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memberhentikan program kantong plastik tidak gratis (KPTG). Pasalnya, Aprindo mengaku banyak mendapatkan intervensi selama pemberlakuan program KPTG tersebut.
"Kami memutuskan menggratiskan kembali kantong plastik di seluruh ritel modern per 1 Oktober 2016," kata Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey di kawasan Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (3/9/2016).
Menurut Roy, Indonesia menduduki peringkat kedua sampahnya terbanyak dibuang ke laut setelah Tiongkok. Uji coba KPTG ini yang telah dilakukan dua kali melalui monitoring Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), berhasil menurunkan penggunaan kantong plastik sebesar 25 hingga 30 persen. Namun, Roy mengeluhkan adanya intervensi dari sejumlah pemerintah daerah (Pemda).
Baca: Aprindo Tunggu Audiensi Permen untuk Plastik Berbayar
Intervensi itu di antaranya berupa sejumlah pemerintah daerah (Pemda) yang menafsirkan KPTG itu secara keliru. Pemda setempat membuat peraturan daerah terkait penanganan limbah kantong plastik yang tidak sejalan dengan KLHK.
"Tetapi dalam perjalanan program KPTG, setelah kami mengevaluasi, mengkaji, mengobserve seluruh anggota daripada Aprindo, kami mulai mengalami kendala dalam pelaksanaan KPTG. Sudah mulai ada intervensi yang sangat tidak mengerti substansi program KPTG. Mereka menetapkan harga kantong plastik ada yang Rp1.500, Rp5.000 dan seterusnya," ucap dia.
Padahal sudah ada kesepakatan harga plastik Rp200. Kesepakatan itu setelah melalui rapat yang terdiri dari KLHK, Aprindo, Badan Perlindungan Konsumen Nasional, dan YLKI.
Namun dengan harga yang beragam ditentukan oleh sejumlah pemda yang ada, kata Roy, tentu dapat membahayakan mekanisme perdagangan. "Dari 514, ada 10 kabupaten dan kotamadya yang mencoba menafsirkan program KPTG Rp200," ujar dia.
Kemudian intervensi lainnya adalah program KPTG yang hanya berdasarkan surat edaran KLHK ini, rawan gugatan atau somasi dari kelompok masyarakat terentu. Mereka berdalih KPTG ini tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
"Oleh karena itu, kami berharap segera diterbitkan Peraturan Menteri (Permen) terkait KPTG ini, agar pelaksanaannya dapat berjalan lebih optimal dan sesuai tujuan bersama," tandas Roy.
Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey--Metrotvnews.com/M Rodhi Aulia
Roy menegaskan dengan program KPTG ini, kantong plastik menjadi barang dagangan tersendiri. Sebelum ada KPTG, pembayaran plastik itu dibebankan kepada barang dagangan lainnya yang dibeli konsumen.
Roy mengilustrasikan segelas lemon tea yang dibeli di sebuah restoran. Dalam gelas itu tentu ada sedotan. Konsumen biasanya membayar segelas lemon tea itu kepada restoran.
Sementara sedotannya tidak dihitung biayanya atau tidak tertera dalam bill belanja. Pada hakikatnya, kata Roy, restoran pasti membutuhkan biaya terkait pengadaan sedotan.
Dan biaya sedotan itu, dibebankan kepada harga segelas lemon tea secara keseluruhan. Jika sedotan dipisahkan sendiri dengan segelas lemon tea, maka harga lemon tea berkurang. "Misalnya harga awalnya Rp25.000. Setelah dikurangi tanpa sedotan menjadi Rp24.800, misalnya," ujar dia.
Begitu juga dengan harga kantong plastik di ritel modern yang ada. Pemberlakuan KPTG, otomatis mengurangi harga barang lain yang dibeli konsumen. Dan sebaliknya. Jika kembali kantong plastik itu gratis, maka barang lain itu harganya disesuaikan dengan pengadaan kantong plastik tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)