Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta agar sidang pengujian materiil Undang-Undang No.7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terhadap UUD 1945 terkait sistem proporsional pemilu, diselenggarakan secara luring.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang memimpin sidang perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 itu menyatakan sidang yang sedianya mendengarkan keterangan DPR, pemerintah, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ditunda hingga Selasa, 24 Januari 2023 pukul 11.00 WIB.
"MK menerima surat dari DPR yang ditandatangani sekjen pada intinya memohon agar sidang yang semula dilaksanakan secara daring diubah secara luring atau tatap muka di MK. MK mengabulkan permintaan DPR akan tetapi tidak bisa dilaksanakan pada hari ini," ujar Anwar di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa, 17 Januari 2023.
MK perlu memberitahu pada pihak lain seperti presiden dan para pemohon, serta KPU termasuk pada pihak terkait ada 11 antara lain partai politik yang memohon untuk dijadikan pihak terkait. Pasalnya, Anwar menjelaskan untuk menggelar sidang secara luring MK perlu melakukan beberapa persiapan seperti mengatur tempat, pengamanan dan lain-lain.
MK juga telah menyetujui permohonan pengajuan 11 pihak terkait dalam rapat permusyawaratan hakim. Sebanyak delapan partai politik di DPR RI kecuali PDI Perjuangan mengajukan diri sebagai pihak terkait baik secara institusi maupun individu.
Selain itu, partai nonparlemen yakni Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga telah resmi mendaftarkan diri sebagai pihak terkait. Seperti diberitakan, fraksi-fraksi di DPR menolak sistem pemilihan dikembalikan ke sistem proporsional tertutup.
Permohonan pengujian materiil terkait sistem proposional pemilu dalam UU No.7/2017 diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (Pengurus PDI Perjuangan), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman, Riyanto, xan Nono Marijono. Pemohon memohonkan uji materiil Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 240 huruf c dan d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945.
Pada intinya meminta agar sistem pemilu dikembalikan pada sistem proporsional tertutup sehingga partai politik yang mempunyai otoritas menentukan calon legislatif untuk menjadi wakil rakyat. Sementara pemilih tidak mencoblos langsung calon legislatif, melainkan gambar partai.
Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (
DPR) RI meminta agar sidang pengujian materiil Undang-Undang No.7/2017 tentang
Pemilihan Umum (Pemilu) terhadap UUD 1945 terkait sistem proporsional pemilu, diselenggarakan secara luring.
Ketua
Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang memimpin sidang perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 itu menyatakan sidang yang sedianya mendengarkan keterangan DPR, pemerintah, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ditunda hingga Selasa, 24 Januari 2023 pukul 11.00 WIB.
"MK menerima surat dari DPR yang ditandatangani sekjen pada intinya memohon agar sidang yang semula dilaksanakan secara daring diubah secara luring atau tatap muka di MK. MK mengabulkan permintaan DPR akan tetapi tidak bisa dilaksanakan pada hari ini," ujar Anwar di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa, 17 Januari 2023.
MK perlu memberitahu pada pihak lain seperti presiden dan para pemohon, serta KPU termasuk pada pihak terkait ada 11 antara lain partai politik yang memohon untuk dijadikan pihak terkait. Pasalnya, Anwar menjelaskan untuk menggelar sidang secara luring MK perlu melakukan beberapa persiapan seperti mengatur tempat, pengamanan dan lain-lain.
MK juga telah menyetujui permohonan pengajuan 11 pihak terkait dalam rapat permusyawaratan hakim. Sebanyak delapan
partai politik di DPR RI kecuali PDI Perjuangan mengajukan diri sebagai pihak terkait baik secara institusi maupun individu.
Selain itu, partai nonparlemen yakni Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga telah resmi mendaftarkan diri sebagai pihak terkait. Seperti diberitakan, fraksi-fraksi di DPR menolak sistem pemilihan dikembalikan ke sistem proporsional tertutup.
Permohonan pengujian materiil terkait sistem proposional pemilu dalam UU No.7/2017 diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (Pengurus PDI Perjuangan), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman, Riyanto, xan Nono Marijono. Pemohon memohonkan uji materiil Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 240 huruf c dan d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945.
Pada intinya meminta agar sistem pemilu dikembalikan pada sistem proporsional tertutup sehingga partai politik yang mempunyai otoritas menentukan calon legislatif untuk menjadi wakil rakyat. Sementara pemilih tidak mencoblos langsung calon legislatif, melainkan gambar partai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)