Jakarta: Masyarakat diminta tidak khawatir dengan keberadaan polisi virtual. Mereka bertugas bukan untuk menghambat kebebasan berpendapat.
“Menurut saya, masyarakat nggak usah takut dibungkam, karena polisi virtual ini tentunya akan bekerja dengan sangat menjunjung tinggi kebebasan berpendapat," kata Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni dalam keterangan tertulis, Senin, 1 Maret 2021.
Politikus Partai NasDem itu menyebut polisi virtual bakal mengawasi unggahan masyarakat di media sosial (medsos). Mereka yang ditindak adalah penyebar konten menimbulkan konflik. Seperti postingan hoaks, intoleransi, hingga rasisme.
"Jadi ini bukan untuk mempersempit ruang lingkup masyarakat dalam mengutarakan pendapatnya,” ungkap dia.
Selain itu, polisi virtual ini bakal meminimalkan penyalahgunaan tindak pidana. Khususnya berkaitan dengan Pasal 27 ayat (3) dan 28 ayat (2) Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Postingan yang dinilai melanggar ketentuan tidak akan langsung ditindak.
"Namun cukup diberikan teguran kepada pengguna media sosial untuk memperbaiki.” sebut Sahroni.
Baca: Masyarakat Diminta Bijak Menggunakan Media Sosial
Dia juga menegaskan polisi virtual tidak asal memberikan peringatan dalam mengawasi unggahan masyarakat. Korps Bhayangkara menggandeng para ahli dalam menentukan apakah postingan tersebut melanggar ketentuan atau tidak.
“Mereka (polisi virtual) melakukan kajian dari konten tersebut dengan para ahli pidana, ahli bahasa, hingga ahli ITE. Jadi tegurannya bersifat objektif," ujar dia.
Jakarta: Masyarakat diminta tidak khawatir dengan keberadaan
polisi virtual. Mereka bertugas bukan untuk menghambat kebebasan berpendapat.
“Menurut saya, masyarakat nggak usah takut dibungkam, karena polisi virtual ini tentunya akan bekerja dengan sangat menjunjung tinggi kebebasan berpendapat," kata Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni dalam keterangan tertulis, Senin, 1 Maret 2021.
Politikus Partai NasDem itu menyebut
polisi virtual bakal mengawasi unggahan masyarakat di media sosial (medsos). Mereka yang ditindak adalah penyebar konten menimbulkan konflik. Seperti postingan hoaks, intoleransi, hingga rasisme.
"Jadi ini bukan untuk mempersempit ruang lingkup masyarakat dalam mengutarakan pendapatnya,” ungkap dia.
Selain itu, polisi virtual ini bakal meminimalkan penyalahgunaan tindak pidana. Khususnya berkaitan dengan Pasal 27 ayat (3) dan 28 ayat (2) Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (
ITE). Postingan yang dinilai melanggar ketentuan tidak akan langsung ditindak.
"Namun cukup diberikan teguran kepada pengguna media sosial untuk memperbaiki.” sebut Sahroni.
Baca: Masyarakat Diminta Bijak Menggunakan Media Sosial
Dia juga menegaskan polisi virtual tidak asal memberikan peringatan dalam mengawasi unggahan masyarakat. Korps Bhayangkara menggandeng para ahli dalam menentukan apakah postingan tersebut melanggar ketentuan atau tidak.
“Mereka (polisi virtual) melakukan kajian dari konten tersebut dengan para ahli pidana, ahli bahasa, hingga ahli ITE. Jadi tegurannya bersifat objektif," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)