Jakarta: Komisi III DPR bakal berembuk soal penundaan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Permintaan Presiden Joko Widodo segera dikomunikasikan dengan seluruh fraksi.
"Tentu kami akan mempertimbangkan usulan dan permintaan Presiden terkait penundaan pembahasan RKUHP," kata anggota Komisi III Masinton Pasaribu saat dihubungi, Jumat, 20 September 2019.
Menurut dia, mekanisme pembahasan RKUHP di DPR baru selesai di tahap tingkat I. RKUHP baru sebatas usulan Komisi III untuk dibawa ke dalam pembahasan tingkat II dan pengambilan keputusan dalam sidang paripurna.
"Dalam peraturan tata tertib DPR, usulan menuju ke paripurna harus melalui tahapan Badan Musyawarah (Bamus) pimpinan DPR bersama fraksi-fraksi tentang persetujuan agenda pembahasan dalam sidang paripurna," beber dia.
Ia menilai selama masa penundaan ini, DPR bersama pemerintah sebaiknya menyosialisasikan kepada masyarakat terkait pasal-pasal KUHP. Poin krusial yang diprotes masyarakat perlu dipaparkan.
"DPR bersama pemerintah dapat melanjutkan pembahasan pada periode DPR RI 2019-2024 dengan mekanisme carry over atau melanjutkan pembahasan RKUHP tanpa harus mengulang dari awal kembali," ujar dia.
Presiden Joko Widodo memutuskan menunda pengesahan RKUHP. Langkah ini diambil karena aturan hukum pidana itu menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat.
"Saya berkesimpulan masih ada materi-materi yang membutuhkan pendalaman lebih lanjut," kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat.
Jokowi memerintahkan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly untuk menyampaikan sikap pemerintah kepada DPR. Menkumham juga diminta menjaring masukan kalangan masyarakat.
Setidaknya, ada 14 pasal RKUHP yang menimbulkan perdebatan. Masalah ini perlu dibahas lebih dalam dengan DPR. Pengesahan RKUHP pun dipastikan tidak dilakukan DPR periode 2014-2019 yang segera habis masa jabatannya.
"Saya berharap DPR juga mempunyai sikap yang sama sehingga pembahasan RKUHP bisa dilakukan oleh DPR RI periode berikutnya," ungkap Kepala Negara.
Sedianya, DPR berencana mengesahkan RKUHP dalam rapat paripurna pemungkas periode 2014-2019, Selasa, 24 September 2019. Aturan baru itu pun bakal menggantikan KUHP peninggalan pemerintahan Hindia Belanda.
Namun, RKUHP menimbulkan pro kontra. Pasal 432, contohnya, mengancam denda Rp1 juta terhadap perempuan yang bekerja dan pulang malam, pengamen, tukang parkir, orang dengan disabilitas psikososial yang ditelantarkan keluarga, serta anak jalanan.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/ObzAPadN" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Komisi III DPR bakal berembuk soal penundaan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Permintaan Presiden Joko Widodo segera dikomunikasikan dengan seluruh fraksi.
"Tentu kami akan mempertimbangkan usulan dan permintaan Presiden terkait penundaan pembahasan RKUHP," kata anggota Komisi III Masinton Pasaribu saat dihubungi, Jumat, 20 September 2019.
Menurut dia, mekanisme pembahasan RKUHP di DPR baru selesai di tahap tingkat I. RKUHP baru sebatas usulan Komisi III untuk dibawa ke dalam pembahasan tingkat II dan pengambilan keputusan dalam sidang paripurna.
"Dalam peraturan tata tertib DPR, usulan menuju ke paripurna harus melalui tahapan Badan Musyawarah (Bamus) pimpinan DPR bersama fraksi-fraksi tentang persetujuan agenda pembahasan dalam sidang paripurna," beber dia.
Ia menilai selama masa penundaan ini, DPR bersama pemerintah sebaiknya menyosialisasikan kepada masyarakat terkait pasal-pasal KUHP. Poin krusial yang diprotes masyarakat perlu dipaparkan.
"DPR bersama pemerintah dapat melanjutkan pembahasan pada periode DPR RI 2019-2024 dengan mekanisme
carry over atau melanjutkan pembahasan RKUHP tanpa harus mengulang dari awal kembali," ujar dia.
Presiden Joko Widodo memutuskan menunda pengesahan RKUHP. Langkah ini diambil karena aturan hukum pidana itu menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat.
"Saya berkesimpulan masih ada materi-materi yang membutuhkan pendalaman lebih lanjut," kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat.
Jokowi memerintahkan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly untuk menyampaikan sikap pemerintah kepada DPR. Menkumham juga diminta menjaring masukan kalangan masyarakat.
Setidaknya, ada 14 pasal RKUHP yang menimbulkan perdebatan. Masalah ini perlu dibahas lebih dalam dengan DPR. Pengesahan RKUHP pun dipastikan tidak dilakukan DPR periode 2014-2019 yang segera habis masa jabatannya.
"Saya berharap DPR juga mempunyai sikap yang sama sehingga pembahasan RKUHP bisa dilakukan oleh DPR RI periode berikutnya," ungkap Kepala Negara.
Sedianya, DPR berencana mengesahkan RKUHP dalam rapat paripurna pemungkas periode 2014-2019, Selasa, 24 September 2019. Aturan baru itu pun bakal menggantikan KUHP peninggalan pemerintahan Hindia Belanda.
Namun,
RKUHP menimbulkan pro kontra. Pasal 432, contohnya, mengancam denda Rp1 juta terhadap perempuan yang bekerja dan pulang malam, pengamen, tukang parkir, orang dengan disabilitas psikososial yang ditelantarkan keluarga, serta anak jalanan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)