Jakarta: Langkah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam memilih penjabat kepala daerah kembali disorot. Mendagri dianggap tidak demokratis dan taat administrasi.
Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andi Muhammad Rezaldy mengatakan penunjukan kepala daerah yang merupakan posisi strategis, jauh dari mekanisme yang akuntabel dan transparan. Hal ini semakin menjauhkan tata kelola pemerintahan dari asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), karena tidak sesuai asas keterbukaan, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas.
"Walaupun memang tidak dilakukan lewat mekanisme Pemilihan Umum (Pemilu) karena sifatnya sementara, Mendagri seharusnya paham bahwa upaya untuk memilih kepala daerah harus dilakukan secara demokratis sesuai perintah konstitusi," ujar Andi, Jakarta, Sabtu, 9 September 2023.
Demokratis yang dimaksud seharusnya dapat dimaknai dengan upaya pelibatan publik secara maksimal, yakni bermakna dan bermanfaat. Hal tersebut dimaksudkan agar menyesuaikan keperluan daerah dengan keahlian penjabat tersebut.
Selain itu, proses penunjukan ini akan menyangkut kepentingan masyarakat luas, sehingga menuntut adanya merit system yang menghendaki posisi harus diisi oleh kompetensi, kualifikasi dan kinerja.
"Pemerintah untuk mengikuti prosedur administrasi yang telah ditentukan oleh Putusan MK dan rekomendasi Ombudsman yakni dengan membuat peraturan pemerintah sebagai aturan pelaksana dalam pengangkatan penjabat kepala daerah," ujar dia.
Kontras juga mendesak Presiden Joko Widodo mencopot Tito Karnavian sebagai Mendagri karena malaadministrasi dan tidak patuh terhadap perundang-undangan, serta mengabaikan kesempatan untuk memperbaiki tata kelola penunjukan penjabat kepala daerah.
"Presiden harus menginstruksikan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia untuk memperbaiki tata kelola penunjukan penjabat kepala daerah agar diselenggarakan secara transparan, partisipatif, akuntabel dan profesional sesuai dengan AUPB," papar dia.
Selain itu, pemerintah dinilai harus membatalkan penempatan TNI-Polri sebagai penjabat kepala daerah. Langkah ini bertentangan dengan beberapa ketentuan perundang-undangan, dan hanya akan membangkitkan dwi fungsi TNI-Polri sebagaimana terjadi pada era orde baru.
Mendagri melantik sebanyak 10 Pj kepala daerah. Yakni Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin, Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana, Pj Gubernur Sumatera Utara Hassanudin, Pj Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya, Pj Gubernur Papua Ridwan Rumasukun, Pj Gubernur NTT Ayodhia Kalake, Pj Gubernur NTB Lalu Gita Ariadi, Pj Gubernur Kalimantan Barat Harrison Azroi, Pj Gubernur Sulawesi Tenggara Andap Budhi, dan Pj Gubernur Sulsel Bachtiar Baharuddin.
Jakarta: Langkah
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam memilih
penjabat kepala daerah kembali disorot. Mendagri dianggap tidak demokratis dan taat administrasi.
Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andi Muhammad Rezaldy mengatakan penunjukan kepala daerah yang merupakan posisi strategis, jauh dari mekanisme yang akuntabel dan transparan. Hal ini semakin menjauhkan tata kelola pemerintahan dari asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), karena tidak sesuai asas keterbukaan, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas.
"Walaupun memang tidak dilakukan lewat mekanisme Pemilihan Umum (Pemilu) karena sifatnya sementara, Mendagri seharusnya paham bahwa upaya untuk memilih
kepala daerah harus dilakukan secara demokratis sesuai perintah konstitusi," ujar Andi, Jakarta, Sabtu, 9 September 2023.
Demokratis yang dimaksud seharusnya dapat dimaknai dengan upaya pelibatan publik secara maksimal, yakni bermakna dan bermanfaat. Hal tersebut dimaksudkan agar menyesuaikan keperluan daerah dengan keahlian penjabat tersebut.
Selain itu, proses penunjukan ini akan menyangkut kepentingan masyarakat luas, sehingga menuntut adanya merit system yang menghendaki posisi harus diisi oleh kompetensi, kualifikasi dan kinerja.
"Pemerintah untuk mengikuti prosedur administrasi yang telah ditentukan oleh Putusan MK dan rekomendasi Ombudsman yakni dengan membuat peraturan pemerintah sebagai aturan pelaksana dalam pengangkatan penjabat kepala daerah," ujar dia.
Kontras juga mendesak Presiden Joko Widodo mencopot Tito Karnavian sebagai Mendagri karena malaadministrasi dan tidak patuh terhadap perundang-undangan, serta mengabaikan kesempatan untuk memperbaiki tata kelola penunjukan penjabat kepala daerah.
"Presiden harus menginstruksikan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia untuk memperbaiki tata kelola penunjukan penjabat kepala daerah agar diselenggarakan secara transparan, partisipatif, akuntabel dan profesional sesuai dengan AUPB," papar dia.
Selain itu, pemerintah dinilai harus membatalkan penempatan TNI-Polri sebagai penjabat kepala daerah. Langkah ini bertentangan dengan beberapa ketentuan perundang-undangan, dan hanya akan membangkitkan dwi fungsi TNI-Polri sebagaimana terjadi pada era orde baru.
Mendagri melantik sebanyak 10 Pj kepala daerah. Yakni Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin, Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana, Pj Gubernur Sumatera Utara Hassanudin, Pj Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya, Pj Gubernur Papua Ridwan Rumasukun, Pj Gubernur NTT Ayodhia Kalake, Pj Gubernur NTB Lalu Gita Ariadi, Pj Gubernur Kalimantan Barat Harrison Azroi, Pj Gubernur Sulawesi Tenggara Andap Budhi, dan Pj Gubernur Sulsel Bachtiar Baharuddin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)