Jakarta: Banyaknya petugas ad hoc pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 menjadi pelajaran untuk bagi pemangku kebijakan untuk memberikan perlindungan asuransi. Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengatakan pengalaman tersebut menjadi referensi untuk pesta demokrasi tahun depan.
"Kalau memang ada gagasan, berkaca dari pengalaman masa lalu di mana lebih dari 800 orang yang meninggal, tentu ini dapat dijadikan referensi untuk menyikapi bagaimana pelaksanaan pemilu ke depan tidak mengalami korban berjatuhan apalagi meninggal," kata Guspardi saat dihubungi MGN, Kamis, 16 Februari 2023.
Berdasarkan data yang dihimpun, sebanyak 894 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS meninggal saat Pemilu 2019. Guspardi menilai, petugas ad hoc tidak mengenal jam kerja dalam melaksanakan tugasnya. Mereka dinilai memiliki tugas yang paling berat, sementara honor yang diberikan terbatas.
Menurut Guspardi, meskipun petugas ad hoc bekerja dalam kerangka voluntarisme, mereka tetap memerlukan perlindungan. Pemberian asuransi, lanjutnya, adalah bagian untuk mewujudkan pemilu yang demokratis, jujur, adil, berintegritas, dan independen.
Sejauh ini, pemberian asuransi bagi petugas ad hoc belum pernah dibahas secara khusus secara bersama antara penyelenggra pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu, Komisi II DPR RI, dan pemerintah. Guspardi mengatakan, rencana tersebut harus dibicarakan lebih jauh dengan Kementerian Keuangan.
"Teknis daripada bentuk asuransinya, tentu perlu dilakukan dengan pihak asuransi, dalam jangka waktu tertentu bagaimana ada jaminan kepada mereka terhadap perlindungan ketika mereka melakukan pekerjaan," ungkapnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana menilai petugas ad hoc tidak dapat diidentifikasikan sebagai pegawai tetap. Oleh karena itu, honor maupun rencana pemberian asuransi merupakan sesuatu yang relatif.
Adit berpendapat, sebagai gagasan, perlindungan bagi petugas ad hoc saat penyelenggaraan Pemilu 2024 bukanlah sebuah masalah. Kendati demikian, perlu dipikirkan juga anggaran yang disediakan negara agar tidak dilematis.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja meminta dukungan parlemen dan pemerintah terkait asuransi bagi penyelenggara pemilu. Bagja menyebut penyelenggara pemilu yang dimaksudnya difokuskan bagi penyelenggara ad hoc.
Bagja juga menyinggung beban kerja penyelenggara pemilu. Menurutnya, begitu memasuki tahapan pemilu, penyelenggara sudah tidak kenal waktu lagi karena mereka bekerja penuh waktu.
"Oleh sebab itu, bahkan tidak ada hari libur untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu ke depan," ujar dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Jakarta: Banyaknya petugas ad hoc pada
Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 menjadi pelajaran untuk bagi pemangku kebijakan untuk memberikan perlindungan asuransi. Anggota Komisi II
DPR RI Guspardi Gaus mengatakan pengalaman tersebut menjadi referensi untuk pesta demokrasi tahun depan.
"Kalau memang ada gagasan, berkaca dari pengalaman masa lalu di mana lebih dari 800 orang yang meninggal, tentu ini dapat dijadikan referensi untuk menyikapi bagaimana pelaksanaan pemilu ke depan tidak mengalami korban berjatuhan apalagi meninggal," kata Guspardi saat dihubungi
MGN, Kamis, 16 Februari 2023.
Berdasarkan data yang dihimpun, sebanyak 894 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS meninggal saat Pemilu 2019. Guspardi menilai, petugas ad hoc tidak mengenal jam kerja dalam melaksanakan tugasnya. Mereka dinilai memiliki tugas yang paling berat, sementara honor yang diberikan terbatas.
Menurut Guspardi, meskipun petugas ad hoc bekerja dalam kerangka voluntarisme, mereka tetap memerlukan perlindungan. Pemberian asuransi, lanjutnya, adalah bagian untuk mewujudkan pemilu yang demokratis, jujur, adil, berintegritas, dan independen.
Sejauh ini, pemberian asuransi bagi petugas ad hoc belum pernah dibahas secara khusus secara bersama antara penyelenggra pemilu, dalam hal ini
KPU dan
Bawaslu, Komisi II DPR RI, dan pemerintah. Guspardi mengatakan, rencana tersebut harus dibicarakan lebih jauh dengan Kementerian Keuangan.
"Teknis daripada bentuk asuransinya, tentu perlu dilakukan dengan pihak asuransi, dalam jangka waktu tertentu bagaimana ada jaminan kepada mereka terhadap perlindungan ketika mereka melakukan pekerjaan," ungkapnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana menilai petugas ad hoc tidak dapat diidentifikasikan sebagai pegawai tetap. Oleh karena itu, honor maupun rencana pemberian asuransi merupakan sesuatu yang relatif.
Adit berpendapat, sebagai gagasan, perlindungan bagi petugas ad hoc saat penyelenggaraan Pemilu 2024 bukanlah sebuah masalah. Kendati demikian, perlu dipikirkan juga anggaran yang disediakan negara agar tidak dilematis.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja meminta dukungan parlemen dan pemerintah terkait asuransi bagi
penyelenggara pemilu. Bagja menyebut penyelenggara pemilu yang dimaksudnya difokuskan bagi penyelenggara ad hoc.
Bagja juga menyinggung beban kerja penyelenggara pemilu. Menurutnya, begitu memasuki tahapan pemilu, penyelenggara sudah tidak kenal waktu lagi karena mereka bekerja penuh waktu.
"Oleh sebab itu, bahkan tidak ada hari libur untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu ke depan," ujar dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)