Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Foto: Antara/Rosa Pangabean
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Foto: Antara/Rosa Pangabean

Menhan tak Ingin Polemik Pembelian Senjata Terulang

Achmad Zulfikar Fazli • 02 Oktober 2017 19:08
medcom.id, Jakarta: Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu tak ingin polemik pembelian 5.000 pucuk senjata api terulang. Agar tak terulang setiap kementerian dan lembaga harus bekerja sesuai undang-undang.
 
"Yang jelas ke depan enggak boleh lagi (polemik di lingkaran kabinet)," kata Ryamizard di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 2 Oktober 2017.
 
Baca: Presiden Minta Anak Buahnya tak Buat Gaduh 
 
Menurut dia, kegaduhan di luar lingkaran kabinet tak soal. Tapi, kata dia, Presiden ingin semua petinggi di lingkaran kabinet akur. Jangan sampai ada polemik yang membuat pemerintah gaduh.
 
"Kalau di luar orang politik segala macam maklum lah. Tapi di dalam lingkaran kabinet enggak boleh," ujar dia.
 
Polemik pembelian 5.000 pucuk senjata api ini mencuat dari pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo saat silaturahmi TNI dengan purnawirawan di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Jumat 22 September. Ia menyebut pembelian senjata ini sebagai ancaman keamaan lantaran dilakukan oleh lembaga non-militer
 
Ryamizard yakin Panglima sudah ditegur oleh Presiden soal pernyataannya itu saat dipanggil ke Istana bersama Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto beberapa waktu lalu.

Baca: Isu Senjata Ilegal Ciptakan Polemik di Level Pimpinan TNI-Polri  
 
"Pasti lah ada dikasih tahu (Panglima sama Presiden). Saya juga sering dikasih tahu. Enggak ada masalah," kata dia.
 
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat itu pun memastikan pembelian senjata yang menjadi polemik di publik sesuai aturan.
 
Lagipula, kata dia, pembelian senjata tersebut tak mencapai 5.000 seperti yang digembor-gemborkan. "Kita kan harus berjalan dengan aturan UU, dan kalau pembelian kemarin kan ada aturannya dari tahun berapa sampai tahun berapa. Pembelian tersebut harus seizin menteri pertahanan. Baik TNI, polisi, Bakamla dan lain-lain. Kalau tidak izin, bisa dikenakan sanksi," katanya.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan