Jakarta: Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Sumatra Utara (Sumut), dinilai cacat hukum jika tidak sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Hal itu berdasarkan pandangan Pakar hukum tata negara dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Juanda.
"Oh ya, kalau itu tidak sesuai AD/ART yang berlaku sekarang, itu secara ilmu hukum yang saya pahami itu adalah cacat secara hukum, cacat formil, dan cacat secara substansial," kata Juanda dalam diskusi di Polemik Trijaya, Sabtu, 6 Maret 2021.
Dia menjelaskan AD/ART yang digunakan harus bersifat hukum positif. Yaitu, AD/ART yang berlaku saat penyelenggaraan berlangsung.
"Yang berlaku sekarang itu apa, secara hukumnya yang terdaftar di Kemenkum HAM (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia), bukan di benak masing-masing atau baru berlaku," kata dia.
Dia menyebut AD/ART yang bersifat hukum positif itu bakal digunakan untuk melihat keabsahan KLB. Penilaian dilakukan secara aspek formil dan materiel.
Baca: Sikap Pemerintah Terhadap KLB Demokrat Bergantung pada Kemenkum HAM
Hal yang dilihat dari aspek formil, yaitu ketentuan penyelenggaraan KLB. Seperti syarat pengajuan penyelenggaraan yang diajukan oleh dua per tiga Dewan Pimpinan Daerah (DPD) atau lain sebagainya.
"Nah kita lihat, apakah dua per tiga? saya enggak tahu. Kalau tidak (memenuhi dua per tiga), jelas syarat kedua tidak terpenuhi," kata dia.
Selanjutnya, penilaian keabsahan KLB dari segi aspek materiel berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Dalam pasal 23 disebutkan, pergantian kepengurusan harus sesuai AD/ART.
"Ini maksud saya, dua ini (materil dan formil) yang kalau aspek hukum tata negaranya, orang hukum menilai bahwa ini legal atau tidak legal," ujar dia.
Jakarta:
Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Sumatra Utara (Sumut), dinilai cacat hukum jika tidak sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Hal itu berdasarkan pandangan Pakar hukum tata negara dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Juanda.
"Oh ya, kalau itu tidak sesuai AD/ART yang berlaku sekarang, itu secara ilmu hukum yang saya pahami itu adalah cacat secara hukum, cacat formil, dan cacat secara substansial," kata Juanda dalam diskusi di Polemik Trijaya, Sabtu, 6 Maret 2021.
Dia menjelaskan
AD/ART yang digunakan harus bersifat hukum positif. Yaitu, AD/ART yang berlaku saat penyelenggaraan berlangsung.
"Yang berlaku sekarang itu apa, secara hukumnya yang terdaftar di Kemenkum HAM (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia), bukan di benak masing-masing atau baru berlaku," kata dia.
Dia menyebut AD/ART yang bersifat hukum positif itu bakal digunakan untuk melihat keabsahan KLB. Penilaian dilakukan secara aspek formil dan materiel.
Baca:
Sikap Pemerintah Terhadap KLB Demokrat Bergantung pada Kemenkum HAM
Hal yang dilihat dari aspek formil, yaitu ketentuan penyelenggaraan KLB. Seperti syarat pengajuan penyelenggaraan yang diajukan oleh dua per tiga Dewan Pimpinan Daerah (DPD) atau lain sebagainya.
"Nah kita lihat, apakah dua per tiga? saya enggak tahu. Kalau tidak (memenuhi dua per tiga), jelas syarat kedua tidak terpenuhi," kata dia.
Selanjutnya, penilaian keabsahan KLB dari segi aspek materiel berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Partai Politik. Dalam pasal 23 disebutkan, pergantian kepengurusan harus sesuai AD/ART.
"Ini maksud saya, dua ini (materil dan formil) yang kalau aspek hukum tata negaranya, orang hukum menilai bahwa ini legal atau tidak legal," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)