Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menjelaskan alasan pasal penghinaan presiden ada di revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Padahal, ketentuan tersebut sudah dihapus Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menyampaikan putusan MK terhadap pasal penghinaan presiden yang lama, yaitu menolak. Menurut dia, putusan menolak tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi.
"Kalau MK menolak kira-kira bertentangan dengan konstitusi atau tidak? tidak kan," kata Edward di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 22 Juni 2022.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada itu menyebut putusan MK kemudian memerintahkan agar delik aduan pasal penghinaan presiden diubah. Yakni, dari delik umum menjadi delik aduan.
"MK memerintahkan pasal penghinaan tergadap kekuasan umum itu diubah," ungkap dia.
Baca: Pemerintah Berkukuh Mempertahankan Pasal Penghinaan Presiden
Pertimbangan tersebut membuat pemerintah tetap memasukkan pasal penghinaan presiden ke revisi KUHP. Hal itu dinilai tak bertentangan dengan putusan MK
"RKUHP itu mengikuti putusan MK," ujar dia.
Sebelumnya, MK mengeluarkan putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 terkait pasal penghinaan presiden. Putusan gugatan yang disampaikan Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis tersebut menghapus pasal penghinaan presiden di KUHP.
Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Kemenkumham) menjelaskan alasan pasal penghinaan presiden ada di revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP). Padahal, ketentuan tersebut sudah dihapus
Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menyampaikan putusan MK terhadap pasal penghinaan presiden yang lama, yaitu menolak. Menurut dia, putusan menolak tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi.
"Kalau MK menolak kira-kira bertentangan dengan konstitusi atau tidak? tidak kan," kata Edward di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 22 Juni 2022.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada itu menyebut putusan MK kemudian memerintahkan agar delik aduan pasal penghinaan presiden diubah. Yakni, dari delik umum menjadi delik aduan.
"MK memerintahkan pasal penghinaan tergadap kekuasan umum itu diubah," ungkap dia.
Baca:
Pemerintah Berkukuh Mempertahankan Pasal Penghinaan Presiden
Pertimbangan tersebut membuat pemerintah tetap memasukkan pasal penghinaan presiden ke revisi KUHP. Hal itu dinilai tak bertentangan dengan putusan MK
"RKUHP itu mengikuti putusan MK," ujar dia.
Sebelumnya, MK mengeluarkan putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 terkait pasal penghinaan presiden. Putusan gugatan yang disampaikan Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis tersebut menghapus pasal penghinaan presiden di KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)