Gedung MK. Foto: MI/Susanto
Gedung MK. Foto: MI/Susanto

Putusan UU Pemilu Terdahulu Menjadi Rujukan MK

Nur Aivanni • 29 Juli 2017 09:22
medcom.id, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan putusan MK sebelumnya akan menjadi pertimbangan dalam menangani gugatan atas ambang batas pencalonan presiden dalam UU Pemilu yang baru. Hal itu telah menjadi pedoman kerja lembaga tersebut dalam memeriksa suatu perkara baru.
 
Demkian penjelasan juru bicara MK Fajar Laksono ketika ditanya mengenai hubungan antara putusan MK atas gugatan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) pada 2008 dan gugatan serupa yang kembali diajukan ke MK pada 18 Juli lalu.
 
"Soal putusan terdahulu, itu pasti dipertimbangkan dan dirujuk," kata Fajar kepada Media Indonesia di Jakarta, kemarin.

Mantan Ketua MK Mahfud MD menyebut ambang batas pencalonan presiden ialah kebijakan yang terbuka atau open legal policy. Saat menjadi Ketua MK, Mahfud turut memutus perkara gugatan presidential threshold dan menyatakan kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi.
 
"Pada saat itu kami memutus bahwa kebijakan itu open legal policy. Akan tetapi, untuk ketentuan angkanya diserahkan kepada pembuat UU," jelasnya.
 
Mahfud menyebut hanya pembuat UU yang boleh menentukan angka ambang batasnya, sedangkan MK tidak memiliki kewenangan tersebut. "Kami tidak boleh putuskan mau 5%, 10%, atau 20% karena kami tidak berhak," ujarnya.
 
Setelah RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu disetujui DPR, muncul penolakan terhadap ketentuan ambang batas pencalonan presiden, yakni 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional yang diraih dalam pemilu sebelumnya.
 
Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) pada 18 Juli lalu mengajukan permohonan uji materi ke MK. ACTA menilai ketentuan 20%-25% akan membuat presiden berpihak pada kepentingan elite.
 
Presiden heran
 
Presiden Joko Wiidodo mengaku heran bila masalah ambang batas pencalonan presiden 20%-25% masih dipermasalahkan. Padahal, ambang batas dengan persentase yang sama sudah dua kali digunakan dalam pilpres.
 
"Nah apa lagi, kita sudah mengalami dua kali presidential threshold 20%-25% pada 2009 dan 2014. Kenapa dulu tidak ramai?" tanya Jokowi.
 
Menurutnya, ambang batas sangat penting buat visi politik ke depan. Dengan syarat itu, presiden dan wakil presiden terpilih bisa mendapatkan dukungan kuat dari parlemen.
 
"Coba bayangkan, saya ingin berikan contoh, kalau 0%, satu partai mencalonkan kemudian menang, coba bayangkan nanti di DPR. Kita dulu yang 38% saja kan waduh...! Ini proses politik yang rakyat harus mengerti," ujarnya.
 
Jokowi juga meminta semua pihak bersikap fair bahwa masalah ambang batas jangan dianggap seolah-olah karena keinginan pemerintah. Itu merupakan hasil demokrasi dari pembahasan RUU Pemilu di DPR dan bukan keputusan pemerintah semata.
 
Sebelumnya, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto mengkritik ambang batas 20%-25%. Ia menilai itu tidak rasional dan menipu rakyat.
 
"Presidential threshold adalah lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia," katanya seusai bertemu Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas, Kamis malam 27 Juli. (Put/Pol/P-3)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan