medcom.id, Jakarta: Presiden Joko Wiidodo heran masalah ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional masih dipermasalahkan. Terlebih, ambang batas ini sudah dua kali digunakan saat pemilihan presiden.
"Kita sudah mengalami dua kali presidential threshold 20 persen, yakni pada (pilpres) 2009 dan 2014. Kenapa dulu tidak ramai?" kata Jokowi di PT Astra Otoparts, kawasan Greenland Industrial Center Deltamas, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Jumat 28 Juli 2017.
Menurut dia, ambang batas 20 persen sangat penting untuk visi politik ke depan. Dengan syarat itu, presiden dan wakil presiden terpilih pun nanti bisa mendapat dukungan yang besar dari parlemen.
"Coba bayangkan. Saya ingin berikan contoh. Kalau nol persen, kemudian satu partai mencalonkan kemudian menang, coba bayangkan nanti di DPR. Kita dulu yang 38 persen saja kan, waduh, ini proses politik yang rakyat harus mengerti," ujar dia.
Ia meminta masalah ambang batas ini jangan dianggap seolah-olah karena keinginan pemerintah. Ia menegaskan ambang batas 20% merupakan hasil demokrasi dari pembahasan UU Pemilu di DPR dan bukan keputusan pemerintah semata.
"Ini produk demokrasi yang ada di DPR. Ini produknya DPR, bukan pemerintah. Dan di situ juga ada mekanisme proses demokrasi. Kemarin juga sudah diketok dan aklamasi, betul? Nah, itulah yang harus dilihat oleh rakyat," kata dia.
Ia pun mempersilakan pihak yang menolak untuk mengambil langkah hukum dengan menguji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Apalagi, Indonesia adalah negara demokrasi dan negara hukum. "Dulu ingat, dulu meminta dan mengikuti kok sekarang jadi berbeda," kata dia.
Baca: Prabowo Sebut Presidential Threshold Lelucon Politik
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengkritik keputusan DPR yang menyetujui presidential threshold 20 persen kursi di DPR dan 25 persen dalam UU Pemilu. PT tersebut dinilai tak rasional dan menipu rakyat.
"Presidential Threshold adalah lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia," kata Prabowo usai bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di Puri Cikeas, Bogor, kemarin malam.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/GKdgB4Wk" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Presiden Joko Wiidodo heran masalah ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional masih dipermasalahkan. Terlebih, ambang batas ini sudah dua kali digunakan saat pemilihan presiden.
"Kita sudah mengalami dua kali presidential threshold 20 persen, yakni pada (pilpres) 2009 dan 2014. Kenapa dulu tidak ramai?" kata Jokowi di PT Astra Otoparts, kawasan Greenland Industrial Center Deltamas, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Jumat 28 Juli 2017.
Menurut dia, ambang batas 20 persen sangat penting untuk visi politik ke depan. Dengan syarat itu, presiden dan wakil presiden terpilih pun nanti bisa mendapat dukungan yang besar dari parlemen.
"Coba bayangkan. Saya ingin berikan contoh. Kalau nol persen, kemudian satu partai mencalonkan kemudian menang, coba bayangkan nanti di DPR. Kita dulu yang 38 persen saja kan, waduh, ini proses politik yang rakyat harus mengerti," ujar dia.
Ia meminta masalah ambang batas ini jangan dianggap seolah-olah karena keinginan pemerintah. Ia menegaskan ambang batas 20% merupakan hasil demokrasi dari pembahasan UU Pemilu di DPR dan bukan keputusan pemerintah semata.
"Ini produk demokrasi yang ada di DPR. Ini produknya DPR, bukan pemerintah. Dan di situ juga ada mekanisme proses demokrasi. Kemarin juga sudah diketok dan aklamasi, betul? Nah, itulah yang harus dilihat oleh rakyat," kata dia.
Ia pun mempersilakan pihak yang menolak untuk mengambil langkah hukum dengan menguji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Apalagi, Indonesia adalah negara demokrasi dan negara hukum. "Dulu ingat, dulu meminta dan mengikuti kok sekarang jadi berbeda," kata dia.
Baca: Prabowo Sebut Presidential Threshold Lelucon Politik
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengkritik keputusan DPR yang menyetujui presidential threshold 20 persen kursi di DPR dan 25 persen dalam UU Pemilu. PT tersebut dinilai tak rasional dan menipu rakyat.
"Presidential Threshold adalah lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia," kata Prabowo usai bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di Puri Cikeas, Bogor, kemarin malam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)