Jakarta: Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani menyebut pemerintah berkomitmen kuat dalam merawat demokrasi. Dia menilai penurunan skor indeks demokrasi menjadi 6,30 berdasarkan laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) disebabkan penegakan hukum terhadap aksi intoleran.
"(Penurunan) itu dipengaruhi oleh aktifnya langkah pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap aksi intoleransi yang membahayakan ideologi negara," ujar Jaleswari kepada Media Indonesia melalui keterangan tertulis, Sabtu, 13 Februari 2021.
Dia menjelaskan respons pemerintah mengambil langkah penegakan hukum terhadap menguatnya intoleransi merupakan identitas negara demokrasi, yakni rule of law. Hal ini harus dipandang sebagai kebutuhan Indonesia memperteguh ideologi Pancasila sebagai pengokoh toleransi.
Pemerintah juga membutuhkan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan di tengah pandemi covid-19. Ini dilakukan demi terjaganya stabilitas dan keluar dari berbagai permasalahan yang timbul.
"Penilaian sepintas, proses tersebut tentu akan memengaruhi penilaian publik tentang demokrasi kita, tapi itu sesungguhnya justru pilihan tepat agar demokrasi tetap hidup dan keluar dari situasi sulit yang dihadapi," terang Jaleswari.
Baca: Karakter Demokrasi Indonesia Dinilai Belum Substantif
Terlepas dari angka indeks demokrasi EIU itu, lanjut dia, pemerintah tetap berkomitmen menjaga demokrasi di Indonesia. Sebab, demokrasi yang menyelamatkan negara yang plural.
Namun, indeks demokrasi yang dikeluarkan EIU tetap akan dijadikan catatan untuk pemerintah melakukan evaluasi dan mengambil kebijakan strategis atas aspek-aspek yang perlu diperbaiki. Sebab berdasarkan laporan tersebut, Indonesia dikategorikan sebagai flawed democary (demokrasi cacat).
"Indonesia tengah berjuang menjadi negara demokrasi penuh," ujarnya.
Jakarta: Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani menyebut pemerintah berkomitmen kuat dalam merawat demokrasi. Dia menilai penurunan skor
indeks demokrasi menjadi 6,30 berdasarkan laporan
The Economist Intelligence Unit (EIU) disebabkan penegakan hukum terhadap aksi
intoleran.
"(Penurunan) itu dipengaruhi oleh aktifnya langkah pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap aksi intoleransi yang membahayakan ideologi negara," ujar Jaleswari kepada Media Indonesia melalui keterangan tertulis, Sabtu, 13 Februari 2021.
Dia menjelaskan respons pemerintah mengambil langkah penegakan hukum terhadap menguatnya intoleransi merupakan identitas negara demokrasi, yakni
rule of law. Hal ini harus dipandang sebagai kebutuhan Indonesia memperteguh ideologi Pancasila sebagai pengokoh toleransi.
Pemerintah juga membutuhkan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan di tengah pandemi covid-19. Ini dilakukan demi terjaganya stabilitas dan keluar dari berbagai permasalahan yang timbul.
"Penilaian sepintas, proses tersebut tentu akan memengaruhi penilaian publik tentang demokrasi kita, tapi itu sesungguhnya justru pilihan tepat agar demokrasi tetap hidup dan keluar dari situasi sulit yang dihadapi," terang Jaleswari.
Baca: Karakter Demokrasi Indonesia Dinilai Belum Substantif
Terlepas dari angka indeks demokrasi EIU itu, lanjut dia, pemerintah tetap berkomitmen menjaga demokrasi di Indonesia. Sebab, demokrasi yang menyelamatkan negara yang plural.
Namun, indeks demokrasi yang dikeluarkan EIU tetap akan dijadikan catatan untuk pemerintah melakukan evaluasi dan mengambil kebijakan strategis atas aspek-aspek yang perlu diperbaiki. Sebab berdasarkan laporan tersebut, Indonesia dikategorikan sebagai
flawed democary (demokrasi cacat).
"Indonesia tengah berjuang menjadi negara demokrasi penuh," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)