Jakarta: Pakar politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syarif Hidayat menilai karakter demokrasi Indonesia dinilai belum memasuki tahap substansif. Sebab, pemilihan umum (pemilu) cenderung sekadar difungsikan sebagai instrumen elite politik untuk mendapatkan legitimasi masyarakat.
"Kalaupun secara kuantitas, lembaga, dan aturan main demokrasi telah dihadirkan, tetapi secara kualitas, praktik yang berlangsung belum mencerminkan karakter demokrasi substantif, lantaran minim kapasitas," kata Syarif dalam seminar nasional Pusat Kajian Studi Politik (PKSP) Fisip Universitas Nasional bertajuk Refleksi Akhir Tahun: Capaian Indeks Demokrasi Indonesia dan Evaluasi Pilkada Serentak 2020, Kamis, 17 Desember 2020.
Situasi tersebut berimplikasi pada dampak suara yang diamanahkan masyarakat kepada elite atau partai politik. Suara juga tidak berdampak pada perbaikan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan usai pemilu.
Lembaga representatif pun dinilai masih lemah dalam menjalankan fungsinya. Sehingga, sosok terpilih saat pemilu tidak banyak mampu menjalankan amanah dari pemilih.
Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional Maswadi Rauf menilai perkembangan Indeks Demokrasi Indonesia dalam aspek kebebasan sipil terus menurun. Indonesia yang sejatinya memiliki kultur yang baik dalam menyatakan pendapat justru tak berdampak negatif.
"Tetapi kultur ini cenderung berkonflik jika dikaitkan dengan politik," ujar dia.
Namun, keduanya optimistis dengan masa depan demokrasi di Indonesia. Wakil Presiden ke-1 RI Bung Hatta disebut pernah meyakinkan demokrasi tidak akan lenyap.
"Bung Hatta pernah mengatakan 'Mungkin ia tersingkir sementara, tetapi ia akan kembali dengan tegapnya'," ucap Maswadi.
Jakarta: Pakar politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syarif Hidayat menilai karakter
demokrasi Indonesia dinilai belum memasuki tahap substansif. Sebab, pemilihan umum (pemilu) cenderung sekadar difungsikan sebagai instrumen elite politik untuk mendapatkan legitimasi masyarakat.
"Kalaupun secara kuantitas, lembaga, dan aturan main demokrasi telah dihadirkan, tetapi secara kualitas, praktik yang berlangsung belum mencerminkan karakter demokrasi substantif, lantaran minim kapasitas," kata Syarif dalam seminar nasional Pusat Kajian Studi Politik (PKSP) Fisip Universitas Nasional bertajuk Refleksi Akhir Tahun: Capaian Indeks Demokrasi Indonesia dan Evaluasi Pilkada Serentak 2020, Kamis, 17 Desember 2020.
Situasi tersebut berimplikasi pada dampak suara yang diamanahkan masyarakat kepada elite atau partai politik. Suara juga tidak berdampak pada perbaikan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan usai
pemilu.
Lembaga representatif pun dinilai masih lemah dalam menjalankan fungsinya. Sehingga, sosok terpilih saat pemilu tidak banyak mampu menjalankan amanah dari pemilih.
Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional Maswadi Rauf menilai perkembangan
Indeks Demokrasi Indonesia dalam aspek kebebasan sipil terus menurun. Indonesia yang sejatinya memiliki kultur yang baik dalam menyatakan pendapat justru tak berdampak negatif.
"Tetapi kultur ini cenderung berkonflik jika dikaitkan dengan politik," ujar dia.
Namun, keduanya optimistis dengan masa depan demokrasi di Indonesia. Wakil Presiden ke-1 RI Bung Hatta disebut pernah meyakinkan demokrasi tidak akan lenyap.
"Bung Hatta pernah mengatakan 'Mungkin ia tersingkir sementara, tetapi ia akan kembali dengan tegapnya'," ucap Maswadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)
