Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly tidak melihat perbedaan pandangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai dalam menilai pengajuan pengesahan Kongres Luar Biasa Partai Demokrat (KLB) Deli Serdang. Pihaknya hanya mengacu pada aturan perundangan berlaku.
"Kalau mereka tidak setuju dengan AD/ART, ya ada pengadilan," kata Yasonna dalam konferensi pers virtual, Rabu, 31 Maret 2021.
Dia mempersilakan permasalahan tersebut digugat ke pengadilan. Sebab, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tidak memiliki wewenang menilai AD/ART.
"Kalau mereka mau meneruskan perselihan parpol ke pengadilan untuk hasil KLB silakan saja," kata dia.
Baca: Jika Mau Bergabung, Demokrat Siap Usung Moeldoko di Pilgub DKI
Politikus Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu menyebut ada sejumlah aturan yang menjadi patokan tidak mengesahkan hasil KLB. Di antaranya, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (Parpol), Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 34 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, dan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai yang sudah terdaftar di lembaran negara.
"Dan AD/ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) parpol yang terdaftar di kita (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia)," kata dia.
Selain itu, kata Yasonna, ada beberapa alasan pihaknya tidak mengesahkan pengajuan KLB. Pertama, dokumen pengajuan tidak lengkap.
Pihak Moeldoko tidak menyertakan dokumen struktur Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC). Serta tidak disertai mandat ketua DPD dan DPC.
Selain itu, penyelenggaraan KLB tidak memenuhi unsur AD/ART partai. Yakni, diajukan oleh dua per tiga DPD dan setengah DPC di seluruh Indonesia.
"AD/ART, itu kami pakai rujukan," ujar dia.
Salah satu alasan pendiri Demokrat menyelenggarakan KLB karena AD/ART dinilai tidak demokratis. Hal itu bertentangan dengan UU Parpol.
Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly tidak melihat perbedaan pandangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai dalam menilai pengajuan pengesahan
Kongres Luar Biasa Partai Demokrat (KLB) Deli Serdang. Pihaknya hanya mengacu pada aturan perundangan berlaku.
"Kalau mereka tidak setuju dengan AD/ART, ya ada pengadilan," kata Yasonna dalam konferensi pers virtual, Rabu, 31 Maret 2021.
Dia mempersilakan permasalahan tersebut digugat ke pengadilan. Sebab, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (
Kemenkumham) tidak memiliki wewenang menilai AD/ART.
"Kalau mereka mau meneruskan perselihan parpol ke pengadilan untuk hasil KLB silakan saja," kata dia.
Baca:
Jika Mau Bergabung, Demokrat Siap Usung Moeldoko di Pilgub DKI
Politikus Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu menyebut ada sejumlah aturan yang menjadi patokan tidak mengesahkan hasil KLB. Di antaranya, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (Parpol), Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 34 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, dan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai yang sudah terdaftar di lembaran negara.
"Dan AD/ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) parpol yang terdaftar di kita (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia)," kata dia.
Selain itu, kata Yasonna, ada beberapa alasan pihaknya tidak mengesahkan pengajuan
KLB. Pertama, dokumen pengajuan tidak lengkap.
Pihak
Moeldoko tidak menyertakan dokumen struktur Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC). Serta tidak disertai mandat ketua DPD dan DPC.
Selain itu, penyelenggaraan KLB tidak memenuhi unsur AD/ART partai. Yakni, diajukan oleh dua per tiga DPD dan setengah DPC di seluruh Indonesia.
"AD/ART, itu kami pakai rujukan," ujar dia.
Salah satu alasan pendiri Demokrat menyelenggarakan KLB karena AD/ART dinilai tidak demokratis. Hal itu bertentangan dengan UU Parpol.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)