Jakarta: Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Mochammad Afifuddin mengatakan partisipasi dan peran serta masyarakat sangat penting dalam proses pengawasan pemilihan umum (pemilu). Afifuddin menegaskan partisipasi masyarakat adalah nyawa dalam pengawasan pemilu.
"Dengan melibatkan banyak orang, potensi mencegah pelanggaran akan semakin maksimal," kata dia melansir Antara, Kamis, 12 Agustus 2021.
Ia mengatakan suksesnya pemilu tidak cukup hanya diukur dari besarnya partisipasi masyarakat menyalurkan hak suara. Lebih dari itu, peran serta publik dalam aspek pengawasan juga penting.
Dengan demikian, sambung dia, nilai demokrasi akan terjaga dan Pemilu benar-benar menghasilkan sosok yang bisa dipertanggungjawabkan. Di saat bersamaan Bawaslu tidak pernah berhenti bekerja sama dengan semua pihak, mulai dari mahasiswa, kementerian atau lembaga pemerintah, tokoh adat, tokoh masyarakat, hingga tokoh agama.
"Dalam konteks pengawasan, aktor-aktor yang sudah bekerja sama, kami harap menjadi mitra atau pengawas partisipatif dalam tahapan pemilu atau pilkada," kata Afifuddin.
Dalam terminologi pemilu, partisipasi dipahami secara sederhana yakni orang datang ke tempat pemungutan suara (TPS), lalu menggunakan hak pilih. Lebih dari itu, Bawaslu menginginkan partisipasi juga dimaknai mendorong masyarakat menyuarakan hal baik dan mencegah hal buruk.
Baca: Bawaslu Godok SE Pengelolaan Barang Dugaan Pelanggaran Pemilu
Secara umum Bawaslu membuat banyak program untuk mendorong partisipasi publik dalam pengawasan pemilu. Sebagai contoh pusat pendidikan dan pengawasan partisipatif. Program tersebut terdiri dari empat klaster besar yaitu pendidikan dan sosialisasi, menarik partisipasi, inovasi untuk mendorong orang tertarik berpartisipasi, serta kaderisasi.
Sejak tiga tahun terakhir, Bawaslu menggelar sekolah kader pengawas partisipatif. Pemerintah lantas menganggapnya sebagai inovasi dan menjadikan prioritas nasional. Bawaslu kemudian menarik anak-anak muda bergabung dalam kader pengawas partisipatif.
"Dalam sekolah kader, yang penting internalisasi nilai, muatan pengawasan, pemilu dan demokrasi yang baik itu terpenuhi," tutur Afifuddin.
Butuh proses
Direktur Politik Dalam Negeri Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Syarmadani, mengatakan diperlukan proses dan waktu yang panjang untuk menciptakan pemilu yang lebih baik.
"Target kita dalam pembangunan politik antara lain meningkatkan angka partisipasi. Tentu ini menjadi perhatian serius. Tidak hanya bagi pemerintah, tapi juga masyarakat," ujar Syarmadani.
Partisipasi masyarakat dalam pemilu sudah tergolong baik, apalagi bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Pada Pemilu 2019 tingkat partisipasi mencapai 81,93 persen atau 158.012.506 pemilih menggunakan haknya. Bahkan, partisipasi masyarakat pada Pilkada 2020 yang digelar di masa pandemi covid-19 mencapai 76,09 persen.
Anggota KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan pemerintah daerah bertanggung jawab mengembangkan demokrasi di daerah, khususnya meningkatkan partisipasi masyarakat menggunakan hak pilih.
Peran pemerintah diatur dalam Pasal 133 A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali kota. Berdasarkan ketentuan tersebut, KPU berkoordinasi secara aktif dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan Pilkada.
"Tingkat partisipasi kita sudah cukup baik. Ke depan tentu selain menjaga aspek kuantitas, aspek kualitas menjadi penting," ujar dia.
Jakarta: Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (
Bawaslu) Mochammad Afifuddin mengatakan partisipasi dan peran serta masyarakat sangat penting dalam proses pengawasan
pemilihan umum (pemilu). Afifuddin menegaskan partisipasi masyarakat adalah nyawa dalam pengawasan pemilu.
"Dengan melibatkan banyak orang, potensi mencegah pelanggaran akan semakin maksimal," kata dia melansir
Antara, Kamis, 12 Agustus 2021.
Ia mengatakan suksesnya pemilu tidak cukup hanya diukur dari besarnya partisipasi masyarakat menyalurkan hak suara. Lebih dari itu, peran serta publik dalam aspek pengawasan juga penting.
Dengan demikian, sambung dia, nilai demokrasi akan terjaga dan Pemilu benar-benar menghasilkan sosok yang bisa dipertanggungjawabkan. Di saat bersamaan Bawaslu tidak pernah berhenti bekerja sama dengan semua pihak, mulai dari mahasiswa, kementerian atau lembaga pemerintah, tokoh adat, tokoh masyarakat, hingga tokoh agama.
"Dalam konteks pengawasan, aktor-aktor yang sudah bekerja sama, kami harap menjadi mitra atau pengawas partisipatif dalam tahapan pemilu atau pilkada," kata Afifuddin.
Dalam terminologi pemilu, partisipasi dipahami secara sederhana yakni orang datang ke tempat pemungutan suara (TPS), lalu menggunakan hak pilih. Lebih dari itu, Bawaslu menginginkan partisipasi juga dimaknai mendorong masyarakat menyuarakan hal baik dan mencegah hal buruk.
Baca:
Bawaslu Godok SE Pengelolaan Barang Dugaan Pelanggaran Pemilu
Secara umum Bawaslu membuat banyak program untuk mendorong partisipasi publik dalam pengawasan pemilu. Sebagai contoh pusat pendidikan dan pengawasan partisipatif. Program tersebut terdiri dari empat klaster besar yaitu pendidikan dan sosialisasi, menarik partisipasi, inovasi untuk mendorong orang tertarik berpartisipasi, serta kaderisasi.
Sejak tiga tahun terakhir, Bawaslu menggelar sekolah kader pengawas partisipatif. Pemerintah lantas menganggapnya sebagai inovasi dan menjadikan prioritas nasional. Bawaslu kemudian menarik anak-anak muda bergabung dalam kader pengawas partisipatif.