Jakarta: Penempatan TNI di sejumlah lembaga maupun tugas sipil dinilai menjadi salah satu pekerjaan yang perlu dievaluasi calon Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Undang-Undang TNI membuka ruang militer selain perang, namun terbatas.
"Evaluasi semua penempatan TNI di jabatan-jabatan sipil, karena itu juga menyalahi Undang-Undang TNI," kata Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf dalam diskusi daring, Senin, 8 November 2021.
Sesuai UU TNI, penempatan militer pada ranah sipil terbatas. Kenyataannya, kata Al Araf, kondisi itu justru berbeda. Dia mencatat sedikitnya ada 40 nota kesepahaman atau MoU antara TNI dan kementerian/lembaga yang memberi ruang militer melakukan tugas selain perang.
Menurut dia, operasi militer selain perang tidak diatur dalam bentuk MoU TNI dengan berbagai pihak, tapi harus keputusan politik negara. Dia mengatakan bentuk MoU untuk pengaturan tersebut tidak dikenal dalam UU TNI.
"Jumlahnya 40 lebih (MoU) untuk penanganan program cetak sawah, ketahanan pangan nasional, macam-macam. Yang di luar tugas peran itu harus dievaluasi, karena itu kebijakan yang melanggar undang-undang," ujar dia.
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Fitri Bintang Timur menilai banyak MoU TNI dengan lembaga sipil yang tugasnya kurang relevan. Menurut dia, MoU itu perlu dievaluasi agar TNI fokus pada tugas pokok mempertahankan kedaulatan.
"Kita lihat MoU di ranah sipil di mana TNI diperbantukan dalam penyuluhan KB (keluarga berencana) dan hal-hal yang kurang relevan bagi tugas pokok TNI. Itu bisa diminimalisasi sehingga bisa fokus untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia," ujar Fitri.
Baca: Pengalaman dan Pendidikan Andika Dibutuhkan Hadapi Tantangan Keamanan Dalam dan Luar Negeri
Penempatan militer di ranah sipil ditengarai lantaran banyaknya perwira tinggi yang tidak memiliki tempat. Kajian CSIS pada 2019 mencatat sekitar 500 perwira tinggi dan 50 jenderal berstatus nonjob atau tidak memiliki jabatan. Inovasi untuk pembentukan pos jabatan struktural baru di tubuh TNI juga dianggap perlu untuk meminimalkan.
"Perlu ada inovasi membuka pos jabatan struktural baru di tingkat TNI sendiri. Saran saya bagaimana mendorong TNI di lingkup internasional baik itu kerja sama regional atau pun internasional di misi perdamaian," ucap Fitri.
Jakarta: Penempatan
TNI di sejumlah lembaga maupun tugas
sipil dinilai menjadi salah satu pekerjaan yang perlu dievaluasi
calon Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Undang-Undang TNI membuka ruang militer selain perang, namun terbatas.
"Evaluasi semua penempatan TNI di jabatan-jabatan sipil, karena itu juga menyalahi Undang-Undang TNI," kata Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf dalam diskusi daring, Senin, 8 November 2021.
Sesuai UU TNI, penempatan militer pada ranah sipil terbatas. Kenyataannya, kata Al Araf, kondisi itu justru berbeda. Dia mencatat sedikitnya ada 40 nota kesepahaman atau MoU antara TNI dan kementerian/lembaga yang memberi ruang militer melakukan tugas selain perang.
Menurut dia, operasi militer selain perang tidak diatur dalam bentuk MoU TNI dengan berbagai pihak, tapi harus keputusan politik negara. Dia mengatakan bentuk MoU untuk pengaturan tersebut tidak dikenal dalam UU TNI.
"Jumlahnya 40 lebih (MoU) untuk penanganan program cetak sawah, ketahanan pangan nasional, macam-macam. Yang di luar tugas peran itu harus dievaluasi, karena itu kebijakan yang melanggar undang-undang," ujar dia.
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Fitri Bintang Timur menilai banyak MoU TNI dengan lembaga sipil yang tugasnya kurang relevan. Menurut dia, MoU itu perlu dievaluasi agar TNI fokus pada tugas pokok mempertahankan kedaulatan.
"Kita lihat MoU di ranah sipil di mana TNI diperbantukan dalam penyuluhan KB (keluarga berencana) dan hal-hal yang kurang relevan bagi tugas pokok TNI. Itu bisa diminimalisasi sehingga bisa fokus untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia," ujar Fitri.
Baca:
Pengalaman dan Pendidikan Andika Dibutuhkan Hadapi Tantangan Keamanan Dalam dan Luar Negeri
Penempatan militer di ranah sipil ditengarai lantaran banyaknya perwira tinggi yang tidak memiliki tempat. Kajian CSIS pada 2019 mencatat sekitar 500 perwira tinggi dan 50 jenderal berstatus nonjob atau tidak memiliki jabatan. Inovasi untuk pembentukan pos jabatan struktural baru di tubuh TNI juga dianggap perlu untuk meminimalkan.
"Perlu ada inovasi membuka pos jabatan struktural baru di tingkat TNI sendiri. Saran saya bagaimana mendorong TNI di lingkup internasional baik itu kerja sama regional atau pun internasional di misi perdamaian," ucap Fitri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)