Kabinet Indonesia Maju. Foto: MI/Ramdani
Kabinet Indonesia Maju. Foto: MI/Ramdani

Nyapres, Menteri Disebut Tidak Harus Mundur

Indriyani Astuti • 14 September 2022 17:35
Jakarta: Staf Ahli Menteri Dalam Negeri, Bidang Aparatur dan Pelayanan Publik Kementerian Dalam Negeri La Ode Ahmad, menyebut menteri yang nyapres dapat melanjutkan kerjanya sebagai pembantu presiden. Hal tersebut disampaikan saat sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terhadap UUD 1945.
 
La Ode mengatakan penilaian itu berdasarkan UUD 1945 yang menegaskan presiden sebagai pemegang kekuasaan. Sementara itu, pembantu presiden diangkat atau diberhentikan hanya oleh presiden.
 
"Dengan demikian apabila menteri turut serta dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden, tidak harus mengundurkan diri," kata La Ode dalam sidang perkara Nomor 68/PUU-XX/2022 pada Rabu, 14 September 2022.

La Ode menegaskan menteri bertugas menjalankan visi dan misi presiden. Menteri, kata dia, merupakan pembantu presiden melakukan penyelenggaraan pemerintahan.
 

Baca: Parpol yang Lulus Jadi Peserta Pemilu Diumumkan 14 Desember 2022


Dia menilai apabila presiden menilai menteri bekerja dengan baik, dapat dipertahankan. Hal tersebut untuk menunjang penyelenggaraan pemerintahan tetap baik.
 
"Menteri tidak harus mundur dari jabatannya karena pengangkatan dan pemberhentian menteri merupakan hak prerogatif presiden yang diberikan langsung oleh konstitusi," tukasnya.
 
Hal senada disampaikan perwakilan DPR Habiburokhman. Ia mengatakan menteri tidak harus mundur, melainkan meminta izin pada presiden apabila dicalonkan dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
 
Ketua MK Anwar Usman mengatakan sidang tersebut telah sampai pada tahap penyampaikan kesimpulan. Hal tersebut bakal diserahkan para pihak pada panitera paling lambat 22 Agustus 2022.
 
Perkara itu dimohonkan Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana. Ia mengajukan uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 170 ayat (1) mengenai pejabat negara yang dicalonkan oleh partai politik peserta pemilu atau gabungan partai politik sebagai calon presiden atau wakil presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya. 
 
Pasal tersebut mengecualikan presiden, wakil presiden, pimpinan anggota MPR, pimpinan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota. Menurut pemohon pasal itu tidak secara jelas menyebut menteri harus mundur atau tidak sehingga dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan