Jakarta: Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengatakan beberapa usulan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI problematik. Usulan itu dinilai bisa membuat kemunduran terhadap reformasi TNI 1998.
"Ada persoalan utama dalam konteks substansi revisi UU TNI yang hari ini banyak diperbincangkan," kata Gufron dalam diskusi virtual, Minggu, 21 Mei 2023.
Gufron mengatakan persoalan pertama, yakni adanya upaya melemahkan kontrol sipil. Hal itu tertuang dalam rencana menghapus kewenangan presiden dalam konteks pengerahan dan penggunaan militer.
"Padahal dalam konteks negara demokrasi dan manifestasi kontrol sipil, presiden adalah pemegang komando tertinggi angkatan bersenjata," ujar dia.
Problem kedua terkait perubahan mekanisme anggaran yang selama ini harus melalui Kementerian Pertahanan. Usulan itu ingin agar TNI bisa merumuskan anggaran, mengajukan langsung ke Kementerian Keuangan, dan mempertanggungjawabkan pengelolaannya sendiri.
"Ini jadi sesuatu yang problematik dalam konteks hubungan sipil. Dia harus tunduk pada kontrol sipil," tegas Gufron.
Gufron menyebut masalah ketiga ialah pengaryaan perwira TNI aktif di jabatan sipil. Hal itu disebut masalah lama dari tahun-tahun sebelumnya.
"Padahal sudah dihapus pada 1998, tapi dihidupkan lagi dalam revisi UU ini dan berbahaya karena menghidupkan praktik dwifungsi TNI," tutur dia.
Masalah keempat, yakni meluasnya peran internal TNI. Salah satu operasi militer selain perang (OMSP) yang rencananya diperluas dan mekanisme dipermudah.
"Ini memperkuat keterlibatan militer yang berdampak pada kehidupan demokrasi," jelas Gufron.
Gufron menuturkan problem terakhir ialah akuntabilitas terkait anggota TNI yang melakukan tindak pidana. Sebab, sistem peradilan militer harus lebih dahulu diperbaiki supaya pelaksanaannya tegas dan jelas.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengatakan beberapa usulan
revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI problematik. Usulan itu dinilai bisa membuat kemunduran terhadap
reformasi TNI 1998.
"Ada persoalan utama dalam konteks substansi revisi UU
TNI yang hari ini banyak diperbincangkan," kata Gufron dalam diskusi virtual, Minggu, 21 Mei 2023.
Gufron mengatakan persoalan pertama, yakni adanya upaya melemahkan kontrol sipil. Hal itu tertuang dalam rencana menghapus kewenangan presiden dalam konteks pengerahan dan penggunaan militer.
"Padahal dalam konteks negara demokrasi dan manifestasi kontrol sipil, presiden adalah pemegang komando tertinggi angkatan bersenjata," ujar dia.
Problem kedua terkait perubahan mekanisme anggaran yang selama ini harus melalui Kementerian Pertahanan. Usulan itu ingin agar TNI bisa merumuskan anggaran, mengajukan langsung ke Kementerian Keuangan, dan mempertanggungjawabkan pengelolaannya sendiri.
"Ini jadi sesuatu yang problematik dalam konteks hubungan sipil. Dia harus tunduk pada kontrol sipil," tegas Gufron.
Gufron menyebut masalah ketiga ialah pengaryaan perwira TNI aktif di jabatan sipil. Hal itu disebut masalah lama dari tahun-tahun sebelumnya.
"Padahal sudah dihapus pada 1998, tapi dihidupkan lagi dalam revisi UU ini dan berbahaya karena menghidupkan praktik dwifungsi TNI," tutur dia.
Masalah keempat, yakni meluasnya peran internal TNI. Salah satu operasi militer selain perang (OMSP) yang rencananya diperluas dan mekanisme dipermudah.
"Ini memperkuat keterlibatan militer yang berdampak pada kehidupan demokrasi," jelas Gufron.
Gufron menuturkan problem terakhir ialah akuntabilitas terkait anggota TNI yang melakukan tindak pidana. Sebab, sistem peradilan militer harus lebih dahulu diperbaiki supaya pelaksanaannya tegas dan jelas.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)