Yogyakarta: Pembangunan di Tanah Air dianggap belum diarahkan dengan baik. Banyak aliran dana dari pusat yang tak diarahkan dengan baik oleh pemerintah provinsi.
"Enggak ada perencanaan pembangunan yang benar secara spasial," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro saat rapat koordinasi pembangunan daerah di Yogyakarta, Selasa, 27 Februari 2018.
Ia mencontohkan pembangunan di Papua. Aliran dana di sana mandek di kabupaten atau kota yang relatif sudah maju, seperti Jayapura, Merauke, Nabire, dan Mimika. Padahal, seharusnya uang membangun harus dialirkan dengan tepat.
Pada 2018, pemerintah mengalokasikan Rp80 triliun dana otonomi khusus untuk Papua. Rp60 triliun ditransfer pemerintah pusat, sedangkan Rp20 triliun berupa belanja kementerian/lembaga. Dari Rp20 triliun itu, rencana pembangunan tak diarahkan dengan baik.
"Hampir separuh dari Rp20 triliun numpuk di lima kabupaten/kota," imbuh Bambang.
Daerah-daerah yang dialiri uang dana otsus ini dikritik karena tak relevan. Sementara itu, banyak wilayah lain seperti Asmat yang membutuhkan uluran tangan.
Seharusnya, aliran dana bisa lebih spesifik mengarah ke wilayah yang perlu dibangun. Dampaknya, saat ini proyek pembangunan di Papua tak berjalan merata.
Baca: Jual Beli Jabatan Celah Baru Korupsi
"Akhirnya proyek enggak pernah jadi. Numpuk semua di Jayapura. Ketika mau mengembangkan wilayah itu harus jelas arahnya ke mana," kata Bambang.
Senada, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengkritik pembangunan di Papua. Dia fokus pada pelayanan kesehatan. Pasalnya, pemerintah provinsi menganggarkan Rp2,4 triliun untuk mengobati orang sakit. Jumlah tersebut, kata Tjahjo, 10 kali lipat penganggaran program kesehatan di Pulau Jawa.
"Satu orang di Papua dianggarkan Rp24 juta untuk kesehatan, tapi netesnya ke masyarakat enggak lebih dari 10 persen. Ini kenapa, apakah masalah konektivitas atau bagaimana," sebut dia.
Yogyakarta: Pembangunan di Tanah Air dianggap belum diarahkan dengan baik. Banyak aliran dana dari pusat yang tak diarahkan dengan baik oleh pemerintah provinsi.
"Enggak ada perencanaan pembangunan yang benar secara spasial," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro saat rapat koordinasi pembangunan daerah di Yogyakarta, Selasa, 27 Februari 2018.
Ia mencontohkan pembangunan di Papua. Aliran dana di sana mandek di kabupaten atau kota yang relatif sudah maju, seperti Jayapura, Merauke, Nabire, dan Mimika. Padahal, seharusnya uang membangun harus dialirkan dengan tepat.
Pada 2018, pemerintah mengalokasikan Rp80 triliun dana otonomi khusus untuk Papua. Rp60 triliun ditransfer pemerintah pusat, sedangkan Rp20 triliun berupa belanja kementerian/lembaga. Dari Rp20 triliun itu, rencana pembangunan tak diarahkan dengan baik.
"Hampir separuh dari Rp20 triliun numpuk di lima kabupaten/kota," imbuh Bambang.
Daerah-daerah yang dialiri uang dana otsus ini dikritik karena tak relevan. Sementara itu, banyak wilayah lain seperti Asmat yang membutuhkan uluran tangan.
Seharusnya, aliran dana bisa lebih spesifik mengarah ke wilayah yang perlu dibangun. Dampaknya, saat ini proyek pembangunan di Papua tak berjalan merata.
Baca: Jual Beli Jabatan Celah Baru Korupsi
"Akhirnya proyek enggak pernah jadi. Numpuk semua di Jayapura. Ketika mau mengembangkan wilayah itu harus jelas arahnya ke mana," kata Bambang.
Senada, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengkritik pembangunan di Papua. Dia fokus pada pelayanan kesehatan. Pasalnya, pemerintah provinsi menganggarkan Rp2,4 triliun untuk mengobati orang sakit. Jumlah tersebut, kata Tjahjo, 10 kali lipat penganggaran program kesehatan di Pulau Jawa.
"Satu orang di Papua dianggarkan Rp24 juta untuk kesehatan, tapi netesnya ke masyarakat enggak lebih dari 10 persen. Ini kenapa, apakah masalah konektivitas atau bagaimana," sebut dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)