Jakarta: Komisi Pemlihan Umum (KPU) resmi menerbitkan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018. Padahal, PKPU itu belum ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
Salah satu yang menjadi polemik dalam PKPU itu menyoal larangan mantan narapidana kasus korupsi maju sebagai calon legislatif. Ketua KPU Arief Budiman enggan berdebat keabsahan PKPU itu.
"KPU tidak berargumentasi lain kecuali meyakini bahwa itu bisa diberlakukan," kata Arief di Komisi II DPR RI, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 2 Juli 2018.
Arief berkeyakinan PKPU mulai resmi diberlakukan sejak ditandatangani olehnya. Partai politik peserta Pemilu 2019 wajib mematuhi PKPU ini.
"Sudah ditandatangani oleh Ketua KPU. Sudah ditetapkan oleh KPU. Maka sejak ditetapkan itu ya jadi PKPU," tegasnya.
Baca: KPU: PKPU Larangan Koruptor Nyaleg Sah Sejak Ditandatangani
Draf PKPU ini sebelumya telah dikirim ke Kemenkumham. Namun, Kemenkumham meminta KPU menyinkronkan pasal-pasal di dalamnya. KPU berargumen pasal-pasal sudah melalui kajian yang matang. Termasuk larangan mantan napi tiga kasus kriminal kejahatan seksual terhadap anak, bandar narkoba dan koruptor.
"Kami mengatakan bahwa PKPU ini akan kami tetapkan, akan kami publikasikan untuk menjadi pedoman bagi, pertama penyelenggara Pemilu. Mulai dari KPU RI, KPU Provinsi, sampai KPU Kabupaten/kota," pungkasnya.
Seperti dilansir dari situs resmi KPU RI, www.kpu.go.id, KPU telah menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019, Sabtu 30 Juni 2018.
Dengan ditetapkannya Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018, maka ketentuan tentang larangan mantan napi koruptor mencalonkan diri menjadi anggota legislatif sudah bisa diterapkan. Aturan pelarangan tersebut tertera pada Pasal 7 Ayat 1 huruf h, berbunyi. "Bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi".
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/0kp2Pv0N" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Komisi Pemlihan Umum (KPU) resmi menerbitkan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018. Padahal, PKPU itu belum ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
Salah satu yang menjadi polemik dalam PKPU itu menyoal larangan mantan narapidana kasus korupsi maju sebagai calon legislatif. Ketua KPU Arief Budiman enggan berdebat keabsahan PKPU itu.
"KPU tidak berargumentasi lain kecuali meyakini bahwa itu bisa diberlakukan," kata Arief di Komisi II DPR RI, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 2 Juli 2018.
Arief berkeyakinan PKPU mulai resmi diberlakukan sejak ditandatangani olehnya. Partai politik peserta Pemilu 2019 wajib mematuhi PKPU ini.
"Sudah ditandatangani oleh Ketua KPU. Sudah ditetapkan oleh KPU. Maka sejak ditetapkan itu ya jadi PKPU," tegasnya.
Baca: KPU: PKPU Larangan Koruptor Nyaleg Sah Sejak Ditandatangani
Draf PKPU ini sebelumya telah dikirim ke Kemenkumham. Namun, Kemenkumham meminta KPU menyinkronkan pasal-pasal di dalamnya. KPU berargumen pasal-pasal sudah melalui kajian yang matang. Termasuk larangan mantan napi tiga kasus kriminal kejahatan seksual terhadap anak, bandar narkoba dan koruptor.
"Kami mengatakan bahwa PKPU ini akan kami tetapkan, akan kami publikasikan untuk menjadi pedoman bagi, pertama penyelenggara Pemilu. Mulai dari KPU RI, KPU Provinsi, sampai KPU Kabupaten/kota," pungkasnya.
Seperti dilansir dari situs resmi KPU RI, www.kpu.go.id, KPU telah menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019, Sabtu 30 Juni 2018.
Dengan ditetapkannya Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018, maka ketentuan tentang larangan mantan napi koruptor mencalonkan diri menjadi anggota legislatif sudah bisa diterapkan. Aturan pelarangan tersebut tertera pada Pasal 7 Ayat 1 huruf h, berbunyi. "Bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi".
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)