Jakarta: Pemerintah menyampaikan pembelaan terhadap menurunnya indeks demokrasi Indonesia pada 2020 berdasarkan survei Economist Intelligence Units (EIU). Penurunan itu dinilai tidak signifikan.
"Kalau tentang indeks demokrasi di Indonesia, ini bersifat flat. Menurun sedikit sekali," kata Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Hendri Subiakto, dalam diskusi virtual Polemik Trijaya bertajuk UU ITE Bukan Revisi Basa-basi, Sabtu, 20 Februari 2021.
Dia menyebut indeks demokrasi Indonesia masih cukup bagus ketimbang negara-negara di Kawasan Asia Tenggara. Seperti Filipina, Thailand, dan Singapura.
"Bahkan (indeks demokrasi Indonesia) di atas Malaysia," ujar dia.
Berdasarkan laporan EIU, indeks demokrasi Indonesia berada di peringkat 64 secara global. Skor indeks demokrasi Indonesia, yaitu 6,48 dan digolongkan belum sempurna (flawed democracies).
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bidang Advokasi, Muhammad Isnur, menyampaikan salah satu indikator yang membuat indeks demokrasi Indonesia menurun, yaitu kebebasan berbicara atau berpendapat. Masyarakat mulai cemas menyampaikan kritik, terutama kepada pemerintah karena keberadaan Pasal 27 ayat (3) dan 28 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Kalau ada pasal ini orang semakin takut berbicara," kata Isnur.
Baca: Karakter Demokrasi Indonesia Dinilai Belum Substantif
Problem norma yang dikenal pasal karet ini membuat beberapa tokoh nasional bersuara menyampaikan kegelisahannya. Di antaranya Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK).
"Kalau kata Pak JK, gimana mau mengkritik, nanti dipanggil polisi dan diproses hukum, ini yang menjadi ketakutan," ungkap dia.
Isnur mengatakan penyalahgunaan pasal karet tidak hanya terjadi antarmasyarakat atau masyarakat dengan pemerintah. Aparat keamanan juga menggunakan pasal tersebut untuk menyerang pihak yang mengkritik mereka.
"Banyak sekali kejadian, terutama mengkritik aparat. Itu langsung (diproses) enggaj lama-lama. Laporan bukan dari korban, langsung proses tipe A. Bahkan cepat prosesnya," ujar dia.
Jakarta: Pemerintah menyampaikan pembelaan terhadap menurunnya
indeks demokrasi Indonesia pada 2020 berdasarkan survei
Economist Intelligence Units (EIU). Penurunan itu dinilai tidak signifikan.
"Kalau tentang indeks demokrasi di Indonesia, ini bersifat flat. Menurun sedikit sekali," kata Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Hendri Subiakto, dalam diskusi virtual Polemik Trijaya bertajuk UU ITE Bukan Revisi Basa-basi, Sabtu, 20 Februari 2021.
Dia menyebut indeks demokrasi Indonesia masih cukup bagus ketimbang negara-negara di Kawasan Asia Tenggara. Seperti Filipina, Thailand, dan Singapura.
"Bahkan (indeks demokrasi Indonesia) di atas Malaysia," ujar dia.
Berdasarkan laporan EIU, indeks demokrasi Indonesia berada di peringkat 64 secara global. Skor indeks demokrasi Indonesia, yaitu 6,48 dan digolongkan belum sempurna (
flawed democracies).
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bidang Advokasi, Muhammad Isnur, menyampaikan salah satu indikator yang membuat indeks demokrasi Indonesia menurun, yaitu kebebasan berbicara atau berpendapat. Masyarakat mulai cemas menyampaikan kritik, terutama kepada pemerintah karena keberadaan Pasal 27 ayat (3) dan 28 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (
ITE).
"Kalau ada pasal ini orang semakin takut berbicara," kata Isnur.
Baca: Karakter Demokrasi Indonesia Dinilai Belum Substantif
Problem norma yang dikenal pasal karet ini membuat beberapa tokoh nasional bersuara menyampaikan kegelisahannya. Di antaranya Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK).
"Kalau kata Pak JK, gimana mau mengkritik, nanti dipanggil polisi dan diproses hukum, ini yang menjadi ketakutan," ungkap dia.
Isnur mengatakan penyalahgunaan pasal karet tidak hanya terjadi antarmasyarakat atau masyarakat dengan pemerintah. Aparat keamanan juga menggunakan pasal tersebut untuk menyerang pihak yang mengkritik mereka.
"Banyak sekali kejadian, terutama mengkritik aparat. Itu langsung (diproses) enggaj lama-lama. Laporan bukan dari korban, langsung proses tipe A. Bahkan cepat prosesnya," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)