Jakarta: Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menilai ada dampak negatif bagi perempuan yang berkarir politik jika Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) tak direvisi. Kompleksitas Pemilu 2019 diyakini akan terulang.
"Artinya kalau Undang-Undang Pemilu kita tidak akan diubah maka yang pertama kelemahan-kelemahan Pemilu 2019 itu potensial terulang kembali," kata Titi dalam Forum Diskusi Denpasar 12 bertajuk Peluncuran dan Bedah Buku Jalan Terjal Perempuan Politik, Rabu, 3 Februari 2021.
Menurut Titi, perempuan akan menghadapi biaya politik yang tinggi untuk berkompetisi dalam pemilu. Situasi ini disebut merugikan kontestasi perempuan.
"Perempuan akan menghadapi tantangan besar untuk bisa terpilih, ya itu tadi karena kompleksitas teknis, lalu kemudian politik biaya tinggi," ujar Titi.
Baca: Bawaslu: UU Pemilu Tunjukkan Kepentingan Politik Parlemen
Penggabungan pemilu legislatif, presiden-wakil presiden, dan pemilihan kepala daerah (pilkada), kata Titi, akan semakin memberatkan perempuan. Menurut dia, uji mesin politik perempuan diawali dengan pilkada.
Sehingga, ketika ingin maju dalam pemilu legislatif bisa menjadi modal kuat untuk mematangkan kemenangan. Strategi kontestasi politik bisa diperkuat.
"Kalau pilkadanya itu dipaksa pada 2024, perempuan-perempuan ini bisa kemudian menggunakan momentum Pilkada sebagai uji kemampuan politik, uji kerja di dalam memenangkan pilkada sebelum menuju pemilu legislatif," ujar Titi.
Jakarta: Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menilai ada dampak negatif bagi perempuan yang berkarir politik jika Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (
Pemilu) tak direvisi. Kompleksitas Pemilu 2019 diyakini akan terulang.
"Artinya kalau Undang-Undang Pemilu kita tidak akan diubah maka yang pertama kelemahan-kelemahan Pemilu 2019 itu potensial terulang kembali," kata Titi dalam Forum Diskusi Denpasar 12 bertajuk Peluncuran dan Bedah Buku Jalan Terjal Perempuan Politik, Rabu, 3 Februari 2021.
Menurut Titi, perempuan akan menghadapi biaya politik yang tinggi untuk berkompetisi dalam pemilu. Situasi ini disebut merugikan kontestasi perempuan.
"Perempuan akan menghadapi tantangan besar untuk bisa terpilih, ya itu tadi karena kompleksitas teknis, lalu kemudian politik biaya tinggi," ujar Titi.
Baca:
Bawaslu: UU Pemilu Tunjukkan Kepentingan Politik Parlemen
Penggabungan pemilu
legislatif, presiden-wakil presiden, dan pemilihan kepala daerah (pilkada), kata Titi, akan semakin memberatkan perempuan. Menurut dia, uji mesin politik perempuan diawali dengan pilkada.
Sehingga, ketika ingin maju dalam pemilu legislatif bisa menjadi modal kuat untuk mematangkan kemenangan. Strategi kontestasi politik bisa diperkuat.
"Kalau pilkadanya itu dipaksa pada 2024, perempuan-perempuan ini bisa kemudian menggunakan momentum Pilkada sebagai uji kemampuan politik, uji kerja di dalam memenangkan pilkada sebelum menuju pemilu legislatif," ujar Titi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)