Jakarta: Istana Kepresidenan belum mendapatkan rancangan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk menunda pemilihan umum kepala daerah (pilkada) dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pemerintah belum tahu pasal apa di UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang akan direvisi.
"Sampai saat ini Sekretariat Negara (Setneg) belum menerima draf," kata Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono kepada Medcom.id, Jakarta, Jumat, 3 April 2020.
Menurut dia, draf perppu itu akan dibahas di Deputi Perundang-Undangan Setneg. Untuk saat ini, pemerintah masih dalam posisi menunggu.
"Harus tunggu dulu draf dari pemrakarsa, baru dibahas dan dirumuskan," ujar dia.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia meminta pemerintah segera mengeluarkan perppu penundaan Pilkada 2020. Aturan dibutuhkan untuk menjadi landasan hukum penundaan pesta demokrasi di 270 daerah itu karena wabah virus korona (covid-19).
"Ya, segera saja. Lebih cepat lebih bagus agar semua bisa pasti," kata Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 30 Maret 2020.
Politikus Golkar itu menyebut Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan KPU sepakat payung hukum penundaan pilkada melalui perppu. Langkah tersebut dianggap lebih cepat daripada harus merevisi UU Pilkada.
Staf Khusus Presiden Dini Shanti Purwono di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Desember 2019. Foto: Medcom.id/Kautsar Widya Prabowo
Baca: Perppu Penundaan Pilkada 2020 Harus Komprehensif
Anggota Komisi II Zulfikar Arse Sadikin menilai bila melalui revisi UU, tahapan pembahasan memakan waktu cukup lama. Draf dan naskah akademik harus disiapkan lebih dulu.
Dia menilai penerbitan perppu pilkada sudah memenuhi syarat. Pasalnya, penundaan diperlukan akibat penyebaran pandemi virus korona yang cukup mengkhawatirkan.
"Kegentingan yang memaksa itu terpenuhi untuk mengeluarkan perppu," ujar Zulfikar.
Jakarta: Istana Kepresidenan belum mendapatkan rancangan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk menunda pemilihan umum kepala daerah (pilkada) dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pemerintah belum tahu pasal apa di UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang akan direvisi.
"Sampai saat ini Sekretariat Negara (Setneg) belum menerima draf," kata Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono kepada
Medcom.id, Jakarta, Jumat, 3 April 2020.
Menurut dia, draf perppu itu akan dibahas di Deputi Perundang-Undangan Setneg. Untuk saat ini, pemerintah masih dalam posisi menunggu.
"Harus tunggu dulu draf dari pemrakarsa, baru dibahas dan dirumuskan," ujar dia.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia meminta pemerintah segera mengeluarkan perppu penundaan Pilkada 2020. Aturan dibutuhkan untuk menjadi landasan hukum penundaan pesta demokrasi di 270 daerah itu karena wabah virus korona (covid-19).
"Ya, segera saja. Lebih cepat lebih bagus agar semua bisa pasti," kata Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 30 Maret 2020.
Politikus Golkar itu menyebut Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan KPU sepakat payung hukum penundaan pilkada melalui perppu. Langkah tersebut dianggap lebih cepat daripada harus merevisi UU Pilkada.
Staf Khusus Presiden Dini Shanti Purwono di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Desember 2019. Foto: Medcom.id/Kautsar Widya Prabowo
Baca:
Perppu Penundaan Pilkada 2020 Harus Komprehensif
Anggota Komisi II Zulfikar Arse Sadikin menilai bila melalui revisi UU, tahapan pembahasan memakan waktu cukup lama. Draf dan naskah akademik harus disiapkan lebih dulu.
Dia menilai penerbitan perppu pilkada sudah memenuhi syarat. Pasalnya, penundaan diperlukan akibat penyebaran pandemi virus korona yang cukup mengkhawatirkan.
"Kegentingan yang memaksa itu terpenuhi untuk mengeluarkan perppu," ujar Zulfikar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)