Jakarta: Pemerintah dan aparat keamanan diminta mewaspadai dampak pembubaran Front Pembela Islam (FPI). Setidaknya ada dua potensi kerawanan dari pembubaran organisasi masyarakat (ormas) yang dipimpin oleh Muhammad Rizieq Shihab tersebut.
Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta mengatakan potensi pertama berupa perlawanan terhadap pemerintah sebagai bentuk kekecewaan. Simpatisan FPI, kata Stanislaus, berjumlah cukup besar.
"Simpatisan yang berasal dari kelompok lain, termasuk kelompok radikal terorisme, juga sangat mungkin melakukan aksi balas dendam," kata Stanislaus dalam keterangan tertulis, Rabu, 30 Desember 2020.
Potensi kerawanan kedua, pembubaran ini memicu kelahiran gerakan bawah tanah berideologi sama dengan FPI namun bernama lain. Hal ini sangat mungkin terjadi, sama seperti kejadian saat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dibubarkan.
"Meskipun sudah dinyatakan sebagai organisasi terlarang, namun (HTI) tetap melakukan kegiatan dan propaganda ideologi," ungkap dia.
Baca: Polisi Diminta Tak Ragu Menghentikan Kegiatan FPI
Langkah antisipatif harus disiapkan agar pemerintah tak kecolongan. Dia tak ingin kebijakan yang diambil pemerintah berbuntut respons simpatisan FPI yang justru merugikan masyarakat.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah menjalin dialog dengan berbagai komponen masyarakat. Cara ini dapat menciptakan harmonisasi dan kebinekaan di Indonesia.
"Dialog harus dikedepankan sebelum adanya tindakan hukum atau aksi lainnya," ujar dia.
Jakarta: Pemerintah dan aparat keamanan diminta mewaspadai dampak pembubaran Front Pembela Islam (
FPI). Setidaknya ada dua potensi kerawanan dari pembubaran organisasi masyarakat (ormas) yang dipimpin oleh
Muhammad Rizieq Shihab tersebut.
Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta mengatakan potensi pertama berupa perlawanan terhadap pemerintah sebagai bentuk kekecewaan. Simpatisan FPI, kata Stanislaus, berjumlah cukup besar.
"Simpatisan yang berasal dari kelompok lain, termasuk kelompok radikal
terorisme, juga sangat mungkin melakukan aksi balas dendam," kata Stanislaus dalam keterangan tertulis, Rabu, 30 Desember 2020.
Potensi kerawanan kedua, pembubaran ini memicu kelahiran gerakan bawah tanah berideologi sama dengan FPI namun bernama lain. Hal ini sangat mungkin terjadi, sama seperti kejadian saat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dibubarkan.
"Meskipun sudah dinyatakan sebagai organisasi terlarang, namun (HTI) tetap melakukan kegiatan dan propaganda ideologi," ungkap dia.
Baca:
Polisi Diminta Tak Ragu Menghentikan Kegiatan FPI
Langkah antisipatif harus disiapkan agar pemerintah tak kecolongan. Dia tak ingin kebijakan yang diambil pemerintah berbuntut respons simpatisan FPI yang justru merugikan masyarakat.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah menjalin dialog dengan berbagai komponen masyarakat. Cara ini dapat menciptakan harmonisasi dan kebinekaan di Indonesia.
"Dialog harus dikedepankan sebelum adanya tindakan hukum atau aksi lainnya," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)