Jakarta: Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menyecar Muslidar, saksi yang dihadirkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam perkara perselisihan hasil pemilu (PHPU) legislatif di Provinsi Aceh. Muslidar mempersoalkan daftar pemilih khusus (DPK) yang disusun Komisi Indpenden Pemilihan (KIP) Aceh.
"Di desa Pulo Sarok ada sekitar empat TPS terdaftar DPK, contoh di TPS 2 terdaftar satu orang tapi jumlah pengguna hak pilih menjadi 45 orang," kata Muslidar di Gedung MK, Jakarta, Rabu, 24 Juli 2019.
Muslidar menuding kejanggalan itu merupakan bentuk penggelembungan suara. Muslidar yang juga merupakan calon anggota legislatif Dewan Perawakilan Rakyat (DPR) Aceh Singkil itu mengaku tak tahu ketika ditanya Arief penggelembungan suara itu menguntungkan siapa.
"Nah tidak tahu. Mungkin malah memilih pak Muslidar lo? Berarti kan malah menguntungkan. kok malah protes?," tanya Arief.
Baca juga: Hakim dan Kuasa Hukum Partai Aceh Berdebat Jumlah Saksi
Muslidar mengaku dirinya sudah mengajukan keberatan saat proses rekapitulasi di tingkat kecamatan hingga kabupaten. Namun menurutnya keberatan itu tak digubris.
"Penjelasanya hanya mengisi formulir D2 keberatan," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Hakim MK Enny Nurbaningsih menilai penjelasan Muslidar hanya membacakan kembali berkas permohonan yang diajukan PKS. Padahal dia diminta untuk memberikan keterangan yang dia ketahui.
"Kalau saksi itu bapak menyampaikan apa yang jadi kesaksian bapak. Misalnya di Pulo Sarok itu seperti apa, bukanya membaca ini (permohonan). Ini kan sudah kita bahas kemarin," tegasnya.
"Baik yang mulia, saya takut salah saja," jawab Muslidar.
"Lo enggak, yang diketahui apa. Kalau yang dipermohonan sudah pasti, makanya tadi saya cek tak bisa menjawab karena dalam permohonanya enggak ada ini," timpal Arief.
Jakarta: Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menyecar Muslidar, saksi yang dihadirkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam perkara perselisihan hasil pemilu (PHPU) legislatif di Provinsi Aceh. Muslidar mempersoalkan daftar pemilih khusus (DPK) yang disusun Komisi Indpenden Pemilihan (KIP) Aceh.
"Di desa Pulo Sarok ada sekitar empat TPS terdaftar DPK, contoh di TPS 2 terdaftar satu orang tapi jumlah pengguna hak pilih menjadi 45 orang," kata Muslidar di Gedung MK, Jakarta, Rabu, 24 Juli 2019.
Muslidar menuding kejanggalan itu merupakan bentuk penggelembungan suara. Muslidar yang juga merupakan calon anggota legislatif Dewan Perawakilan Rakyat (DPR) Aceh Singkil itu mengaku tak tahu ketika ditanya Arief penggelembungan suara itu menguntungkan siapa.
"Nah tidak tahu. Mungkin malah memilih pak Muslidar lo? Berarti kan malah menguntungkan.
kok malah protes?," tanya Arief.
Baca juga:
Hakim dan Kuasa Hukum Partai Aceh Berdebat Jumlah Saksi
Muslidar mengaku dirinya sudah mengajukan keberatan saat proses rekapitulasi di tingkat kecamatan hingga kabupaten. Namun menurutnya keberatan itu tak digubris.
"Penjelasanya hanya mengisi formulir D2 keberatan," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Hakim MK Enny Nurbaningsih menilai penjelasan Muslidar hanya membacakan kembali berkas permohonan yang diajukan PKS. Padahal dia diminta untuk memberikan keterangan yang dia ketahui.
"Kalau saksi itu bapak menyampaikan apa yang jadi kesaksian bapak. Misalnya di Pulo Sarok itu seperti apa, bukanya membaca ini (permohonan). Ini kan sudah kita bahas kemarin," tegasnya.
"Baik yang mulia, saya takut salah saja," jawab Muslidar.
"Lo enggak, yang diketahui apa. Kalau yang dipermohonan sudah pasti, makanya tadi saya cek tak bisa menjawab karena dalam permohonanya enggak ada ini," timpal Arief.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)