Jakarta: Pemerintah diminta mempertimbangkan mencabut klaster ketenagakerjaan dari Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Pencabutan itu akan lebih konklusif dibanding hanya menunda pembahasan.
“Fraksi NasDem menyatakan apresiasi atas pernyataan Presiden Joko Widodo untuk menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan. Namun bagi NasDem, pernyataan tersebut masih akan menyisakan potensi resistensi dari kalangan pekerja terhadap RUU Ciptaker,” kata Ketua Fraksi NasDem Ahmad Ali lewat keterangan tertulis, Jakarta, Sabtu, 25 April 2020.
NasDem berpandangan klaster ketenagakerjaan tak relevan dengan tujuan pembentukan aturan yang ingin memangkas tumpang tindih regulasi dan menyederhanakan peraturan. Klaster ini juga membuat proses pembahasan salah satu omnibus law menjadi tidak kondusif, utamanya soal debirokratisasi perizinan dan keleluasaan berinvestasi di Tanah Air.
“Sebagaimana kerap disampaikan, Fraksi Partai NasDem memandang akan lebih tepat jika klaster ketenagakerjaan dibahas secara terpisah di kanal yang lebih relevan terkait ketenagakerjaan. Sehingga maksud dan tujuan utama tidak melenceng (dari pencetusan RUU Ciptaker),” ucap Ali.
Ali mengatakan NasDem mengajak semua pihak untuk fokus membahas kemudahan berinvestasi dan debirokratisasi perizinan dalam pembahasan RUU Ciptaker. Ali mengusulkan untuk penamaan ulang bila RUU Ciptaker dirasa kurang tepat.
“Kami mengusulkan agar ada perubahan nama dari RUU Cipta Kerja menjadi RUU Kemudahan Berinvestasi dan Debirokratisasi Perizininan,” ujar Ali.
Baca: Pemerintah Sepakat Tunda Pembahasan Klaster Ketenagakerjaan RUU Ciptaker
Menurut Ali, ada tiga faktor yang menjadi alasan RUU Ciptaker dibutuhkan bangsa dan negara. Pertama, birokrasi yang ruwet kerap menjadi parasit dan tumpang tindih regulasi. Kedua, krisis ekonomi global yang sudah di depan mata. Ketiga, kesiapan lapangan kerja yang mulai dirasakan pada 2020 dengan puncaknya terjadi pada 2030-2040 nanti.
“Oleh karena itu, Fraksi Partai NasDem membuka ruang seluas-luasnya bagi berbagai kalangan, utamanya kalangan serikat pekerja. Untuk memberikan pandangan, diskursus, kontradiskursus, dan berbagai jenis masukan lainnya dalam menjawab tantangan-tantangan tersebut,” kata Ali.
Jakarta: Pemerintah diminta mempertimbangkan mencabut klaster ketenagakerjaan dari Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Pencabutan itu akan lebih konklusif dibanding hanya menunda pembahasan.
“Fraksi NasDem menyatakan apresiasi atas pernyataan Presiden Joko Widodo untuk menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan. Namun bagi NasDem, pernyataan tersebut masih akan menyisakan potensi resistensi dari kalangan pekerja terhadap RUU Ciptaker,” kata Ketua Fraksi NasDem Ahmad Ali lewat keterangan tertulis, Jakarta, Sabtu, 25 April 2020.
NasDem berpandangan klaster ketenagakerjaan tak relevan dengan tujuan pembentukan aturan yang ingin memangkas tumpang tindih regulasi dan menyederhanakan peraturan. Klaster ini juga membuat proses pembahasan salah satu omnibus law menjadi tidak kondusif, utamanya soal debirokratisasi perizinan dan keleluasaan berinvestasi di Tanah Air.
“Sebagaimana kerap disampaikan, Fraksi Partai NasDem memandang akan lebih tepat jika klaster ketenagakerjaan dibahas secara terpisah di kanal yang lebih relevan terkait ketenagakerjaan. Sehingga maksud dan tujuan utama tidak melenceng (dari pencetusan RUU Ciptaker),” ucap Ali.
Ali mengatakan NasDem mengajak semua pihak untuk fokus membahas kemudahan berinvestasi dan debirokratisasi perizinan dalam pembahasan RUU Ciptaker. Ali mengusulkan untuk penamaan ulang bila RUU Ciptaker dirasa kurang tepat.
“Kami mengusulkan agar ada perubahan nama dari RUU Cipta Kerja menjadi RUU Kemudahan Berinvestasi dan Debirokratisasi Perizininan,” ujar Ali.
Baca: Pemerintah Sepakat Tunda Pembahasan Klaster Ketenagakerjaan RUU Ciptaker
Menurut Ali, ada tiga faktor yang menjadi alasan RUU Ciptaker dibutuhkan bangsa dan negara. Pertama, birokrasi yang ruwet kerap menjadi parasit dan tumpang tindih regulasi. Kedua, krisis ekonomi global yang sudah di depan mata. Ketiga, kesiapan lapangan kerja yang mulai dirasakan pada 2020 dengan puncaknya terjadi pada 2030-2040 nanti.
“Oleh karena itu, Fraksi Partai NasDem membuka ruang seluas-luasnya bagi berbagai kalangan, utamanya kalangan serikat pekerja. Untuk memberikan pandangan, diskursus, kontradiskursus, dan berbagai jenis masukan lainnya dalam menjawab tantangan-tantangan tersebut,” kata Ali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)