Jakarta: Ketua Bidang Hubungan Legislatif DPP Partai NasDem, Atang Irawan, mengatakan kekerasan seksual cenderung meningkat setiap tahunnya. Tindakan ini tak hanya menjerat perempuan dewasa, tetapi anak perempuan dan laki-laki.
Sayangnya, darurat kekerasan seksual tidak dipahami sebagai sesuatu yang mendesak dan harus segera diprioritaskan. "Padahal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak tahun 2016 telah menyatakan bahwa kejahatan seksual yang marak terjadi akhir-akhir ini sebagai bentuk kejahatan berat yang harus ditangani secara serius," ujar Atang dalam keterangan tertulis, Senin, 30 Agustus 2021.
Politikus yang meraih gelar doktor ilmu hukum dari Universitas Padjajaran ini mempersoalkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang tak disebutkan Ketua DPR Puan Maharani dalam Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2024 beberapa waktu lalu. Menurut Atang, problem utama dalam politik legislasi, terutama program legislasi nasional (Prolegnas) acap kali tidak ditempatkan dalam semangat tujuan bernegara.
Lelaki kelahiran Wonosobo, 10 Juli 1975, ini memandang prolegnas patut memperhatikan prioritas tujuan bernegara. Yaitu, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dengan demikian, tidak hanya melulu memprioritaskan kepentingan pemerintah, ekonomi, dan politik yang nyaris selalu meninggalkan RUU yang bedampak langsung kepada kepentingan rakyat. Jika tidak ada prioritas tahunan dan klasifikasi RUU dalam setiap prolegnas yang didasarkan pada semangat tujuan bernegara, nyaris RUU populis akan selalu tersingkir setiap tahunnya.
Apalagi politik legislasi tidak bisa terhindar dari kepentingan pragmatisme politik yang bisa saja meninggalkan kepentingan-kepentingan rakyat. Atang menilai sangat mengenaskan mengingat RUU PKS yang diinisiasi sejak 2016 hingga saat ini belum memperoleh kepastian, bahkan sempat keluar dari Prolegnas 2020 dan ditetapkan kembali dalam Prolegnas 2021.
"Begitu lamanya pembahasan hingga entah sampai kapan? Apakah darurat kekerasan seksual yang selalu bertambah setiap tahun tidak dapat menyentuh moralitas kebangsaan, bahkan tidak dianggap urgen dalam politik legislasi," terangnya.
Baca: Baleg Susun Draf Baru RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Dengan berbagai macam alasan, lanjut Atang, orkestrasi politik legislasi selalu dijadikan bahan mujarab untuk tidak mengesahkan RUU PKS. Mulai dari terminologi, perbedaan socio-culture, dan alasan menunggu RUU KUHP ditetapkan kerap menjadi senjata pamungkas hingga pada sudut pandang ideologi.
Padahal, menurut Atang, ideologi merupakan dasar pedoman untuk mencapai cita-cita dan tujuan negara. Bahkan, sangat jelas tujuan bernegara salah satu yang pokok adalah memberikan perlindungan kepada rakyat.
"Bahkan dalam sila kedua Pancasila menegaskan kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai pondasi meletakkan derajat kemanusiaan dan memanusiakan manusia," papar Atang.
Dia mengatakan sesungguhnya KUHP dan perundang-undangan lainnya seperti UU Perlindungan Anak, UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, dan UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, belum bisa menjangkau perlindungan terhadap korban dan saksi. Ketiga UU tersebut sebatas mengatur korban kekerasan dalam rumah tangga, anak, dan perdagangan manusia.
Sedangkan aspek perlindungan korban, termasuk upaya rehabilitasi korban, sama sekali tak tersentuh. Atang menegaskan pengisapan atas nilai-nilai kemanusiaan dalam bentuk ancaman kekerasan dan kekerasan sudah mencapai titik nadir.
"Diskursivitas bukan berarti dalam rangka mempertentangkan dan mempertajam perbedaan, akan tetapi sebagai bahan pertimbangan bagi para pembentuk UU agar bisa mengambil sikap tegas untuk mengakhiri darurat kekerasan seksual yang kian kronis," ujar Atang.
Hai Sobat Medcom, terima kasih sudah menjadikan Medcom.id sebagai referensi terbaikmu. Kami ingin lebih mengenali kebutuhanmu. Bantu kami mengisi angket ini yuk https://tinyurl.com/MedcomSurvey2021 dan dapatkan saldo Go-Pay/Ovo @Rp50 ribu untuk 20 pemberi masukan paling berkesan. Salam hangat
Jakarta: Ketua Bidang Hubungan Legislatif DPP
Partai NasDem, Atang Irawan, mengatakan kekerasan seksual cenderung meningkat setiap tahunnya. Tindakan ini tak hanya menjerat perempuan dewasa, tetapi anak perempuan dan laki-laki.
Sayangnya, darurat kekerasan seksual tidak dipahami sebagai sesuatu yang mendesak dan harus segera diprioritaskan. "Padahal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak tahun 2016 telah menyatakan bahwa kejahatan seksual yang marak terjadi akhir-akhir ini sebagai bentuk kejahatan berat yang harus ditangani secara serius," ujar Atang dalam keterangan tertulis, Senin, 30 Agustus 2021.
Politikus yang meraih gelar doktor ilmu hukum dari Universitas Padjajaran ini mempersoalkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (
RUU PKS) yang tak disebutkan Ketua
DPR Puan Maharani dalam Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2024 beberapa waktu lalu. Menurut Atang, problem utama dalam politik legislasi, terutama program legislasi nasional (Prolegnas) acap kali tidak ditempatkan dalam semangat tujuan bernegara.
Lelaki kelahiran Wonosobo, 10 Juli 1975, ini memandang prolegnas patut memperhatikan prioritas tujuan bernegara. Yaitu, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dengan demikian, tidak hanya melulu memprioritaskan kepentingan pemerintah, ekonomi, dan politik yang nyaris selalu meninggalkan RUU yang bedampak langsung kepada kepentingan rakyat. Jika tidak ada prioritas tahunan dan klasifikasi RUU dalam setiap prolegnas yang didasarkan pada semangat tujuan bernegara, nyaris RUU populis akan selalu tersingkir setiap tahunnya.
Apalagi politik legislasi tidak bisa terhindar dari kepentingan pragmatisme politik yang bisa saja meninggalkan kepentingan-kepentingan rakyat. Atang menilai sangat mengenaskan mengingat RUU PKS yang diinisiasi sejak 2016 hingga saat ini belum memperoleh kepastian, bahkan sempat keluar dari Prolegnas 2020 dan ditetapkan kembali dalam Prolegnas 2021.
"Begitu lamanya pembahasan hingga entah sampai kapan? Apakah darurat kekerasan seksual yang selalu bertambah setiap tahun tidak dapat menyentuh moralitas kebangsaan, bahkan tidak dianggap urgen dalam politik legislasi," terangnya.
Baca: Baleg Susun Draf Baru RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Dengan berbagai macam alasan, lanjut Atang, orkestrasi politik legislasi selalu dijadikan bahan mujarab untuk tidak mengesahkan RUU PKS. Mulai dari terminologi, perbedaan socio-culture, dan alasan menunggu RUU KUHP ditetapkan kerap menjadi senjata pamungkas hingga pada sudut pandang ideologi.
Padahal, menurut Atang, ideologi merupakan dasar pedoman untuk mencapai cita-cita dan tujuan negara. Bahkan, sangat jelas tujuan bernegara salah satu yang pokok adalah memberikan perlindungan kepada rakyat.
"Bahkan dalam sila kedua Pancasila menegaskan kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai pondasi meletakkan derajat kemanusiaan dan memanusiakan manusia," papar Atang.
Dia mengatakan sesungguhnya KUHP dan perundang-undangan lainnya seperti UU Perlindungan Anak, UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, dan UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, belum bisa menjangkau perlindungan terhadap korban dan saksi. Ketiga UU tersebut sebatas mengatur korban kekerasan dalam rumah tangga, anak, dan perdagangan manusia.
Sedangkan aspek perlindungan korban, termasuk upaya rehabilitasi korban, sama sekali tak tersentuh. Atang menegaskan pengisapan atas nilai-nilai kemanusiaan dalam bentuk ancaman kekerasan dan kekerasan sudah mencapai titik nadir.
"Diskursivitas bukan berarti dalam rangka mempertentangkan dan mempertajam perbedaan, akan tetapi sebagai bahan pertimbangan bagi para pembentuk UU agar bisa mengambil sikap tegas untuk mengakhiri darurat kekerasan seksual yang kian kronis," ujar Atang.
Hai Sobat Medcom, terima kasih sudah menjadikan Medcom.id sebagai referensi terbaikmu. Kami ingin lebih mengenali kebutuhanmu. Bantu kami mengisi angket ini yuk
https://tinyurl.com/MedcomSurvey2021 dan dapatkan saldo Go-Pay/Ovo @Rp50 ribu untuk 20 pemberi masukan paling berkesan. Salam hangat
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)