Jakarta: Centre for Strategis and International Studies (CSIS) mencium aroma political bargaining atau tawar-menawar politik di balik putusan penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) itu dinilai sistematis dan digerakkan kelompok tertentu.
"Saya sulit untuk enggak melihat keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai bagian dari, dengan segala hormat, kelompok-kelompok yang memang meninginkan pemilu ditunda," kata Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Noory Okhtariza dalam acara media briefing di Jakarta, Jumat, 3 Maret 2023.
Sebelum menyusupi agenda penundaan pemilu lewat pintu pengadilan, Noory menyebut kelompok-kelompok itu sudah banyak menyampaikan aspirasi. Misalnya, menginginkan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode, amandemen konstitusi, mengembalikan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), menambah masa jabatan kepala desa, serta penghapusan jabatan gubernur.
"Siapa mereka? Mungkin enggak perlu dibuka di sini, tetapi sebetulnya relatif gampang dilacak jejak media sosialnya," ujar Noory.
Ia berpendapat mendekati Pemilu 2024, isu-isu tersebut dijadikan komoditas dalam political bargaining. Saat satu isu dihentikan, isu lain muncul, dan begitu seterusnya. Kelompok-kelompok itu, lanjut Noory, sengaja menciptakan dinamika di tengah masyaarkat.
"Dan dinamika itulah yang dijadikan bargaining oleh orang yang memang memaikan isu ini. Jadi, isu dijadikan komoditas," kata dia.
Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes menegaskan pemilu harus digelar secara teratur selama lima tahun sekali. Selain karena sudah digariskan oleh Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah dan DPR juga sudah menetapkan pemilu berikutnya digelar pada 14 Februari 2024.
Menurutnya, putusan PN Jakarta Pusat yang diketok oleh hakim ketua T Oyong bersama hakim anggota H Bakri dan Dominggus Silaban, kemarin, telah memunculkan ketidakpastian baru terkait waktu pemilu. Di samping aspek politik, hal tersebut juga berimplikasi iklim investasi dan usaha Tanah Air.
"Dunia usaha membutuhkan stabilitas politik. Potensi penundaan pemilu itu dapat menciptakan instabilitas politik dan menyebabkan gangguan iklim investasi," ujar Arya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Jakarta: Centre for Strategis and International Studies (CSIS) mencium aroma
political bargaining atau tawar-menawar politik di balik putusan penundaan Pemilihan Umum (
Pemilu) 2024. Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) itu dinilai sistematis dan digerakkan kelompok tertentu.
"Saya sulit untuk enggak melihat keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai bagian dari, dengan segala hormat, kelompok-kelompok yang memang meninginkan
pemilu ditunda," kata Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Noory Okhtariza dalam acara media briefing di Jakarta, Jumat, 3 Maret 2023.
Sebelum menyusupi agenda penundaan pemilu lewat pintu pengadilan, Noory menyebut kelompok-kelompok itu sudah banyak menyampaikan aspirasi. Misalnya, menginginkan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode, amandemen konstitusi, mengembalikan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), menambah masa jabatan kepala desa, serta penghapusan jabatan gubernur.
"Siapa mereka? Mungkin enggak perlu dibuka di sini, tetapi sebetulnya relatif gampang dilacak jejak media sosialnya," ujar Noory.
Ia berpendapat mendekati Pemilu 2024, isu-isu tersebut dijadikan komoditas dalam
political bargaining. Saat satu isu dihentikan, isu lain muncul, dan begitu seterusnya. Kelompok-kelompok itu, lanjut Noory, sengaja menciptakan dinamika di tengah masyaarkat.
"Dan dinamika itulah yang dijadikan bargaining oleh orang yang memang memaikan isu ini. Jadi, isu dijadikan komoditas," kata dia.
Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes menegaskan pemilu harus digelar secara teratur selama lima tahun sekali. Selain karena sudah digariskan oleh Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah dan DPR juga sudah menetapkan pemilu berikutnya digelar pada 14 Februari 2024.
Menurutnya, putusan PN Jakarta Pusat yang diketok oleh hakim ketua T Oyong bersama hakim anggota H Bakri dan Dominggus Silaban, kemarin, telah memunculkan ketidakpastian baru terkait waktu pemilu. Di samping aspek politik, hal tersebut juga berimplikasi iklim investasi dan usaha Tanah Air.
"Dunia usaha membutuhkan stabilitas politik. Potensi penundaan pemilu itu dapat menciptakan instabilitas politik dan menyebabkan gangguan iklim investasi," ujar Arya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(ADN)