medcom.id, Jakarta: Anggota DPR seharusnya malu meminta pembangunan gedung parlemen yang baru. Sebab minimnya prestasi kinerja legislasi anggota dewan.
"Anggota DPR yang memaksakan kehendak dan 'ngotot' ingin membangun Gedung DPR dan apartemen di tengah keringnya prestasi seharusnya malu," kata pengamat politik dari VoxPol Center Pangi Syarwi Chaniago di Jakarta, Rabu 23 Agustus 2017.
Jika ingin dibandingkan dari segi usia, Istana Negara jauh lebih tua dibandingkan gedung parlemen. Namun Presiden tidak pernah membuat wacana, apalagi sampai meminta gedung atau istana baru. "Sedangkan DPR hampir setiap tahun merengek meminta gedung baru dengan berbagai alasan dan 'lagu lama kaset usang'," ucap Pangi.
Dia menekankan berdasarkan survei Global Corruption Barometer (GCB) selama Juli 2015 sampai Januari 2017, lembaga legislatif tercatat sebagai lembaga paling bersinggungan dengan praktik korupsi.
Hal ini dapat disebabkan dua hal, pertama banyaknya kasus korupsi yang melibatkan anggota legislatif di daerah (DPRD) dan pusat (DPR RI). Kedua, kinerja lembaga legislatif dalam menjalankan fungsi utamanya yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan maupun kinerja pemberantasan korupsi di
internalnya tidak maksimal.
Dia mencontohkan, dugaan korupsi KTP elektronik yang disinyalir dilakukan mulai dari pimpinan sampai anggota DPR, semakin membuat citra institusi DPR terjun bebas.
"Hampir dominan masyarakat tidak tahu apa saja prestasi DPR. Wajar masyarakat tidak puas dengan kinerja, pretasi dan capaian DPR selama ini, karena mereka memang tidak tahu apa prestasi DPR," ujar dia.
Selain itu, DPR juga dipayungi citra negatif ketimbang citra positif. Masyarakat lebih mengetahui aktivitas DPR yang kerap membolos dalam rapat, berkelahi antara sesama anggota DPR, meminta dana aspirasi. Kini meminta anggaran gedung baru DPR tanpa peduli kondisi keuangan negara dan kondisi masyarakat.
Baca: Fahri Hamzah: Wacana Bangun Apartemen Sudah Ribut Sedunia!
Target Prolegnas itu 37 undang-undang, namun tidak sesuai target. Mustahil DPR menyelesaikan dengan sisa waktu kurang lebih 1,5 tahun. "Tidak pantas penambahan anggaran DPR tahun ini menjadi Rp5,7 triliun, di tengah makin minimnya prestasi DPR," tegas Pangi.
Belakangan dari tiga fungsi DPR seperti fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan, DPR dinilai lebih efektif dalam menjalankan fungsi anggaran. Namun, hanya untuk menaikkan anggaran institusi DPR sendiri. Sedangkan fungsi pengawasan terlihat hanya sekedar formalitas.
Ia mengimbau sebaiknya DPR lebih berkonsentrasi pada fungsi legislasi dari pada fungsi anggaran. Agar menghasilkan produk undang-undang yang berkualitas, serta menjawab apa yang menjadi tantangan dan permasalahan masyarakat melalui undang-undang.
"Di bawah nakhoda Setya Novanto yang diharapkan mampu memulihkan animo kepercayaan publik, justru sebaliknya makin 'dis-trust' karena menjadi tersangka kasus KTP elektronik. Citra DPR semakin buruk," kata dia.
Baca: Rencana Pembangunan Apartemen untuk Anggota DPR Dibatalkan
Ketua DPR RI Setya Novanto mengintruksikan Ketua Tim Pengkajian Rencana Revitalisasi Kompleks Senayan, Fahri Hamzah, membatalkan rencana pembangunan apartemen. Pembatalan pembangunan apartemen karena anggota parlemen sudah memiliki rumah dinas di Ulujami dan Kalibata. Kedua rumah dinas tersebut masih dianggap layak.
Pembangunan apartemen masuk dalam penataan kawasan Kompleks Parlemen. Rencananya, kompleks anggota DPR di kawasan Kalibata dipindahkan ke Taman Ria Senayan.
Seperti diberitakan, DPR RI meminta anggaran tahun 2018 sebesar Rp5,7 triliun. Sebagian anggaran itu digunakan untuk pembangunan gedung baru, perpustakaan, dan apartemen untuk para wakil rakyat.
medcom.id, Jakarta: Anggota DPR seharusnya malu meminta pembangunan gedung parlemen yang baru. Sebab minimnya prestasi kinerja legislasi anggota dewan.
"Anggota DPR yang memaksakan kehendak dan 'ngotot' ingin membangun Gedung DPR dan apartemen di tengah keringnya prestasi seharusnya malu," kata pengamat politik dari VoxPol Center Pangi Syarwi Chaniago di Jakarta, Rabu 23 Agustus 2017.
Jika ingin dibandingkan dari segi usia, Istana Negara jauh lebih tua dibandingkan gedung parlemen. Namun Presiden tidak pernah membuat wacana, apalagi sampai meminta gedung atau istana baru. "Sedangkan DPR hampir setiap tahun merengek meminta gedung baru dengan berbagai alasan dan 'lagu lama kaset usang'," ucap Pangi.
Dia menekankan berdasarkan survei Global Corruption Barometer (GCB) selama Juli 2015 sampai Januari 2017, lembaga legislatif tercatat sebagai lembaga paling bersinggungan dengan praktik korupsi.
Hal ini dapat disebabkan dua hal, pertama banyaknya kasus korupsi yang melibatkan anggota legislatif di daerah (DPRD) dan pusat (DPR RI). Kedua, kinerja lembaga legislatif dalam menjalankan fungsi utamanya yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan maupun kinerja pemberantasan korupsi di
internalnya tidak maksimal.
Dia mencontohkan, dugaan korupsi KTP elektronik yang disinyalir dilakukan mulai dari pimpinan sampai anggota DPR, semakin membuat citra institusi DPR terjun bebas.
"Hampir dominan masyarakat tidak tahu apa saja prestasi DPR. Wajar masyarakat tidak puas dengan kinerja, pretasi dan capaian DPR selama ini, karena mereka memang tidak tahu apa prestasi DPR," ujar dia.
Selain itu, DPR juga dipayungi citra negatif ketimbang citra positif. Masyarakat lebih mengetahui aktivitas DPR yang kerap membolos dalam rapat, berkelahi antara sesama anggota DPR, meminta dana aspirasi. Kini meminta anggaran gedung baru DPR tanpa peduli kondisi keuangan negara dan kondisi masyarakat.
Baca: Fahri Hamzah: Wacana Bangun Apartemen Sudah Ribut Sedunia!
Target Prolegnas itu 37 undang-undang, namun tidak sesuai target. Mustahil DPR menyelesaikan dengan sisa waktu kurang lebih 1,5 tahun.
"Tidak pantas penambahan anggaran DPR tahun ini menjadi Rp5,7 triliun, di tengah makin minimnya prestasi DPR," tegas Pangi.
Belakangan dari tiga fungsi DPR seperti fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan, DPR dinilai lebih efektif dalam menjalankan fungsi anggaran. Namun, hanya untuk menaikkan anggaran institusi DPR sendiri. Sedangkan fungsi pengawasan terlihat hanya sekedar formalitas.
Ia mengimbau sebaiknya DPR lebih berkonsentrasi pada fungsi legislasi dari pada fungsi anggaran. Agar menghasilkan produk undang-undang yang berkualitas, serta menjawab apa yang menjadi tantangan dan permasalahan masyarakat melalui undang-undang.
"Di bawah nakhoda Setya Novanto yang diharapkan mampu memulihkan animo kepercayaan publik, justru sebaliknya makin 'dis-trust' karena menjadi tersangka kasus KTP elektronik. Citra DPR semakin buruk," kata dia.
Baca: Rencana Pembangunan Apartemen untuk Anggota DPR Dibatalkan
Ketua DPR RI Setya Novanto mengintruksikan Ketua Tim Pengkajian Rencana Revitalisasi Kompleks Senayan, Fahri Hamzah, membatalkan rencana pembangunan apartemen. Pembatalan pembangunan apartemen karena anggota parlemen sudah memiliki rumah dinas di Ulujami dan Kalibata. Kedua rumah dinas tersebut masih dianggap layak.
Pembangunan apartemen masuk dalam penataan kawasan Kompleks Parlemen. Rencananya, kompleks anggota DPR di kawasan Kalibata dipindahkan ke Taman Ria Senayan.
Seperti diberitakan, DPR RI meminta anggaran tahun 2018 sebesar Rp5,7 triliun. Sebagian anggaran itu digunakan untuk pembangunan gedung baru, perpustakaan, dan apartemen untuk para wakil rakyat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)