Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi VI Martin Manurung saat menerima hasil investigasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) terkait kasus gagal ginjal anak. Komisi VI ingin memastikan hak korban sebagai konsumen obat-obatan terpenuhi.
"Jadi kami ingin memastikan hak-hak konsumen itu dipenuhi," kata Martin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 15 Desember 2022.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Saat disinggung bentuk ganti rugi yang diinginkan, Ketua DPP Partai NasDem itu menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Sebab, hal itu merupakan tugas pemerintah.
"Tapi kami tidak ingin melihat bahwa konsumen Indonesia itu dalam kasus-kasus seperti ini selalu terpinggirkan," ungkap dia.
Baca: Kasus Perdata Gagal Ginjal Direvisi Karena Penggugat Bertambah |
Hal serupa disampaikan anggota Komisi VI DPR Abdul Hakim Bagafih. Menurut dia, ganti rugi harus segera ditunaikan, terutama bagi korban gagal ginjal akut yang sedang menjalani pengobatan.
"Karena ternyata telah ditelusuri yang masih dirawat itu masih ada efek sampingnya, cuci darah, pendengaran berkurang," kata Hakim.
Langkah investigasi merupakan rekomendasi Komisi VI yang diberikan kepada BPKN dalam rapat dengar pendapat (RDP) pada 3 November 2022. Rekomendasi itu langsung ditindaklanjuti BKPN dengan membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) dan hotline pengaduan.
Kepala BPKN Rizal Halim menyampaikan TGPF bekerja selama sebulan menyikapi tugas dari Komisi VI tersebut. Hasilnya, ada sembilan temuan yang ditemukan TGPF kasus gagal ginjal akut pada anak.
TGPF bentukan BPKN menemukan ketidakharmonisan koordinasi antara sektor kesehatan dan kefarmasian dalam penanganan kasus gagal ginjal akut pada anak. Kemudian, persoalan penggunaan bahan baku obat maupun peredaran produk jadi obat dan ketidaktransparasian antara penegakan hukum yang dilakukan pada industri farmasi.
Selanjutnya, sinkronisasi antara pemerintah pusat dengan daerah kurang karena tidak ada protokol penanganan gagal ginjal akut. Kemudian, korban belum mendapatkan kompensasi sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Tim juga menemukan belum adanya mekanisme ganti rugi dari industri farmasi kepada korban. Termasuk, temuan bahan kimia pada obat yang dikonsumsi, kelalaian instasi otoritas di sektor kefarmasian dalam pengawasan peredaran bahan baku dan produk jadi obat, dan tidak terlibatnya instansi atau otoritas lembaga perlindungan konsumen dalam permasalahan sektor kesehatan dan kefarmasian.
"Ini teman yang dihasilkan oleh tim setelah melakukan pengumpulan data penelusuran observasi dan juga investigasi di lapangan," kata Rizal.
Berdasarkan temuan tersebut, BPKN mengeluarkan sejumlah rekomendasi. Yakni, pemerintah diminta memberikan santunan dan ganti rugi bagi korban dan keluarga korban yang telah meninggal dunia maupun yang menjalani perawatan.
Rekomendasi kedua meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan mengaudit pengawasan dan peredaran kefarmasian. Baik dari bahan baku hingga produk jadi di sektor kefarmasian.
Ketiga, BPKN merekomendasikan penindakan tegas kepada para pihak yang bertanggung jawab. Keempat, memperkuat BKPN sebagai lembaga yang melindungi konsumen secara mandiri.
Rizal menyampaikan temuan dan rekomendasi tersebut sudah disampaikan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Diharapkan, hasil TGPF bisa langsung ditindaklanjuti.
"Kepada bapak presiden yang sudah juga kami kirimkan beberapa hari yang lalu," ujar dia.