Ilustrasi Kompleks Parlemen Senayan. Medcom.id/Githa Farahdina
Ilustrasi Kompleks Parlemen Senayan. Medcom.id/Githa Farahdina

Legislator Sebut Menaker Belum Pernah Beberkan Aturan Pencairan JHT

Anggi Tondi Martaon • 12 Februari 2022 20:31
Jakarta: Komisi IX disebut belum mendapatkan penjelasan secara komperhensif terkait Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2020. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah belum pernah menjelaskan kepada komisi yang membidangi ketenagakerjaan tersebut. 
 
"Dalam rapat-rapat dengan Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan, perubahan tentang mekanisme penarikan JHT tidak dibicarakan secara khusus. Bahkan dapat dikatakan, belum disampaikan secara komprehensif," kata anggota Komisi IX Saleh Daulay saat dihubungi, Sabtu, 12 Februari 2022.
 
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyampaikan seharusnya Ida menjelaskan secara komperhensif kebijakan tersebut kepada Komisi IX. Sehingga, mitra kerjanya mendapat penjelasan mekanisme pencairan jaminan hari tua (JHT) tersebut. 

"Mulai dari payung hukumnya, manfaatnya bagi pekerja, sampai pada keberlangsungan program JHT ke depan. Dengan begitu, kalau ditanya, kita juga bisa menjelaskan," ungkap Saleh.
 
Secara umum dia menyampaikan alasan pemerintah mengubah mekanisme penarikan JHT agar tidak terjadi klaim ganda. Mengingat, negara juga memiliki mekanisme lain, yakni jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
 
Baca: Pemerintah Diminta Kaji Ulang Permenaker Pencairan JHT
 
"Lalu, katanya, kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi JHT ke tujuan awalnya," sebut dia.
 
Namun, yang menjadi permasalahan yaitu payung hukum yang digunakan kedua asuransi tersebut. Dia menyampaikan landasan hukum JKP yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker). 
 
"Bukankah Permenaker ini dikeluarkan setelah putusan MK yang menyatakan UU ciptaker inkonstitusional bersyarat?" ujar dia.
 
Dia juga mempertanyakan alasan pemerintah menetapkan batas usia penarikan JHT 56 tahun. Seharusnya, usia pekerja tidak menjadi satu-satunya syarat penarikan JHT.
 
"Apa tidak boleh misalnya diambil berdasarkan situasi dan kondisi pekerja? Katakanlah, misalnya, karena kondisi pekerja yang sangat sulit, lalu dibolehkan dapat JKP dan JHT? Atau banyak opsi lain yang dimungkinkan," kata dia.
 
Selain itu, munculnya polemik Permenaker JHT ini karena minimnya sosialisasi terkait JKP. Dia menilai jika JKP disosialisasikan dengan baik, masyarakat akan mendukung program tersebut.
 
Dia pun mengusulkan Permenaker JHT dibahas mendalam. Kemenaker diminta melibatkan peran aktif masyarakat terkait aturan ini. 
 
"Kalau hasil diskusi publik itu ternyata menyebut bahwa permenaker ini merugikan para pekerja, kita mendorong agar permenaker ini dicabut," ujar Saleh.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan