Ketua DPR Bambang Soesatyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Foto: Antara/Wahyu Putro A.
Ketua DPR Bambang Soesatyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Foto: Antara/Wahyu Putro A.

Bamsoet Legawa MK Batalkan Sebagian UU MD3

Whisnu Mardiansyah • 29 Juni 2018 13:51
Jakarta: Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) legawa Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan sebagian pasal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Dia mematuhi putusan MK.
 
"Bagi kami, sesuai komitmen dari awal, apa pun keputusan MK pasti akan kami hormati dan kita laksanakan," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat, 29 Juni 2018. 
 
Bamsoet mengapresiasi masyarakat menggunakan mekanisme legal untuk menolak UU MD3. Meskipun demikian, dia menilai perlu ada cara baru untuk mengakali pihak yang sulit dipanggil ke DPR. Masalah itu sebelumnya diatur di UU MD3.

Menurut politikus Partai Golkar ini, putusan MK itu juga bukan berarti UU MD3 yang dihasilkan DPR gagal. Ini hanya bagian dari koreksi atas produk DPR secara konstitusional.
 
"Ini bukan soal gagal atau berhasil, tapi koreksi atas suatu UU yang dianggap kurang menampung seluruh aspirasi masyarakat. Negara sudah menyiapkan ruang bagi suatu UU yang telah di-UU untuk dikoreksi," kata dia.
 
MK mengabulkan sebagian uji materi terhadap UU MD3 yang diajukan oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK). Permohonan yang terdaftar dengan No.16/PUU-XVI/2018 tersebut menggugat pasal-pasal kontroversial. 
 
"Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan putusan, Kamis, 28 Juni 2018.
 
Pasal 73 ayat (3), (4), (5), dan (6) tentang mekanisme pemanggilan paksa setiap orang yang mangkir dari pemanggilan DPR dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. MK memutuskan pasal itu tak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
 
Pasal 122 huruf l mengenai langkah hukum dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terhadap penghina kehormatan anggota dan kelembagaan DPR juga dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Aturan itu pun dibatalkan MK.
 
Baca: Pengabulan Uji Materi UU MD3 Dinilai Kemenangan Rakyat
 
Sementara itu, gugatan terhadap Pasal 245 ayat (1) diterima sebagian. Pasal itu awalnya berbunyi: "Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapatkan pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan." 
 
Pasal itu diubah menjadi: "Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden." 
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan