Jakarta: Wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang dicanangkan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terus menuai sorotan publik. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati mengatakan, saat ini belum ada urgensi melakukan amendemen UUD 1945. Menurutnya, perubahan UUD 1945 adalah hal yang kompleks apalagi berkaitan dengan pemilihan umum (Pemilu).
“Kita bicara mulai dari sistem kepartaiannya, budaya politiknya, kesadaran perilaku pemilihnya, kebebasan berekspresinya itu sebetulnya yang harus dibenahi. Ini urgensinya apa sih? jangan-jangan nanti malah ke mana-mana, banyak sekali yang kemudian kita mau ubah,” kata Khoirunnisa, dalam tayangan Metro TV, Jumat, 7 Juni 2024.
Menurut dia, beberapa tokoh hukum tata negara juga telah bersikap bahwa amendemen UUD 1945 tidak ada urgensinya untuk saat ini. Berbeda dengan tahun 1999 lalu yang mana memang perlu dilakukan amendemen untuk kepentingan demokrasi.
"Yang sekarang terjadi situasinya berbeda dengan tahun 1999 yang lalu, Ketika dimulainya amendemen perubahan konstitusi itu,” ucap Khoirunnisa .
Hal serupa dikatakan Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti. Dia menjelaskan perubahan sebuah konstitusi harus diikuti dengan istilah political opportunity. Pada tahun 1999-2002 dilakukan amendemen karena saat itu terjadi reformasi secara besar-besaran.
Kata dia, jika Pemilu yang lalu terdapat problematika sehingga membuat sistemnya tidak demokratis, sesungguhnya lebih detailnya diatur pada level Undang-undang bukan Undang-undang Dasar (UUD).
“Yang namanya tata urutan perundang-undangan paling atas UUD, memang isinya tak terlalu rinci, yang rinciannya di Undang-undang, kemudian turun ke peraturan pemerintah, peraturan presiden dan seterusnya. Di sisi lainnya ada juga peraturan yang teknis oleh lembaga tertentu,” ucap Bivitri.
Jakarta: Wacana
amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang dicanangkan Majelis Permusyawaratan Rakyat (
MPR) terus menuai sorotan publik. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati mengatakan, saat ini belum ada urgensi melakukan amendemen UUD 1945. Menurutnya, perubahan UUD 1945 adalah hal yang kompleks apalagi berkaitan dengan pemilihan umum (
Pemilu).
“Kita bicara mulai dari sistem kepartaiannya, budaya politiknya, kesadaran perilaku pemilihnya, kebebasan berekspresinya itu sebetulnya yang harus dibenahi. Ini urgensinya apa sih? jangan-jangan nanti malah ke mana-mana, banyak sekali yang kemudian kita mau ubah,” kata Khoirunnisa, dalam tayangan Metro TV, Jumat, 7 Juni 2024.
Menurut dia, beberapa tokoh hukum tata negara juga telah bersikap bahwa amendemen UUD 1945 tidak ada urgensinya untuk saat ini. Berbeda dengan tahun 1999 lalu yang mana memang perlu dilakukan amendemen untuk kepentingan demokrasi.
"Yang sekarang terjadi situasinya berbeda dengan tahun 1999 yang lalu, Ketika dimulainya amendemen perubahan konstitusi itu,” ucap Khoirunnisa .
Hal serupa dikatakan Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti. Dia menjelaskan perubahan sebuah konstitusi harus diikuti dengan istilah
political opportunity. Pada tahun 1999-2002 dilakukan amendemen karena saat itu terjadi reformasi secara besar-besaran.
Kata dia, jika Pemilu yang lalu terdapat problematika sehingga membuat sistemnya tidak demokratis, sesungguhnya lebih detailnya diatur pada level Undang-undang bukan Undang-undang Dasar (UUD).
“Yang namanya tata urutan perundang-undangan paling atas UUD, memang isinya tak terlalu rinci, yang rinciannya di Undang-undang, kemudian turun ke peraturan pemerintah, peraturan presiden dan seterusnya. Di sisi lainnya ada juga peraturan yang teknis oleh lembaga tertentu,” ucap Bivitri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)