Presiden Joko Widodo/Biro Pers Sekretariat Presiden.
Presiden Joko Widodo/Biro Pers Sekretariat Presiden.

Presiden Geram Pengawasan Anggaran Daerah Hanya Prosedural

Indriyani Astuti • 14 Juni 2023 12:46
Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung pengawasan anggaran di daerah yang hanya prosedural, tidak konkret, dan tidak berorientasi pada hasil hasil. Presiden menegaskan banyak anggaran di kementerian/lembaga ataupun daerah, tidak tepat sasaran.
 
"Jangan sampai sebuah anggaran itu 80 persen untuk perjalanan dinas, untuk rapat-rapat jadi konkretnya tidak muncul," ujar Presiden di Jakarta, Rabu, 14 Juni 2023.
 
Hal tersebut diungkap Kepala Negara dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern di Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Presiden menemukan anggaran penanganan stunting di suatu daerah Rp10 miliar, namun yang digunakan untuk penanganan stunting membeli protein seperti telur, susu dan sayuran hanya Rp2 miliar.

Menurut dia, sisa dari anggaran tersebut digunakan untuk perjalanan dinas, rapat-rapat dan program yang tidak konkret. "Perjalanan dinas Rp3 M (miliar), rapat-rapat Rp3 M, penguatan pengembangan apa-apa Rp2 M, yang untuk bener-bener beli telur itu enggak ada Rp2 M. Kapan stunting-nya akan selesai kalau caranya seperti ini. Ini yang harus diubah semuanya," tegas Jokowi.
 
Selain itu, pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang ada di suatu kabupaten yang ia enggan sebut namanya. Total anggarannya Rp2,5 miliar tetapi sebanyak Rp1,9 miliar untuk honor dan perjalanan dinas.
 
Baca: Danai 10 Proyek Infrastruktur, Pemerintah Pinjam USD1,68 Miliar dari Bank Dunia

"Ke situ-situ terus, sudah. Itu nanti sisanya yang Rp600 juta itu nanti juga masih muter-muter saja. Pemberdayaan, pengembangan, istilah-istilah yang absurd, enggak konkret," paparnya.
 
Padahal, sambung Jokowi, anggaran senilai Rp1,9 miliar bisa langsung untuk modal kerja ataupun membeli mesin produksi. Presiden menekankan di sana tugas dari BPKP untuk melakukan pengawasan.
 
Jokowi menginstruksikan agar BPKP dapat mengarahkan agar anggaran kementerian/ lembaga, daerah atau pusat berorientasi pada hasil yang konkret. Perpanjangan tangan BPKP menurut Presiden bisa menjangkau hingga ke kabupaten/kota dalam mengarahkan dan mengawasi anggaran.
 
"Ini tugas BPKP, bapak ibu sekalian tugas BPKP sekarang sudah orientasinya ke situ. Orientasi hasil, arahkan daerah, pusat, semuanya, BUMN, Kementerian Lembaga hal-hal yang konkret. Biar apa? Produktif," tegasnya.
 
Ia ingin kepala daerah tidak mengabaikan rekomendasi dari BPKP. Presiden menginstruksikan pengawasan internal jangan hanya menjadi aksesoris.
 
"Dan juga jangan enggak usah lah ada data yang ditutup-tutupi. Kalau memang ini salah, tunjukan kesalahan, cara memperbaikinya seperti apa," tegasnya.
 
Sementara itu, Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan berdasarkan hasil pengawasan uji petik yang dilakukan, BPKP menemukan 43 persen program berpotensi tidak optimal. Pihaknya juga menemukan potensi pemborosan alokasi belanja daerah sebesar 21 persen dari anggaran yang diuji petik.
 
Ia mengungkapkan tantangan dari proses pengawasan upaya pengawalan dan pendampingan yang belum sepenuhnya diterima oleh pimpinan kementerian/lembaga di daerah. Di lapangan, terangnya, masih terdapat penolakan terhadap pengawalan dan pengawasan yang dilakukan oleh BPKP pada awal program di daerah.
 
"Akibatnya pencegahan permasalahan menjadi tidak optimal. Program kegiatan terlanjur terkena permasalahan akuntabilitas terkadang penyelesaiannya harus melalui upaya hukum," paparnya.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan