Jakarta: Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengapresiasi atas penyempurnaan draf RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Per 28 Oktober 2021, RUU TPKS terdiri atas 74 pasal dalam 12 bab.
Ketentuan-ketentuan tersebut mencerminkan kesesuaian dengan enam elemen kunci penghapusan kekerasan seksual untuk memastikan peraturan yang komprehensif.
Komnas Perempuan tetap mencatat 3 isu yang perlu ditambahkan dalam RUU TPKS. Pertama, pemaksaan aborsi, pemaksaan pelacuran, pemaksaan perkawinan, dan perbudakan seksual dalam RUU TPKS, baik sebagai tindak pidana berdiri sendiri atau unsur dalam tindak pidana yang sudah dirumuskan atau menjadi pemberat pidana.
Kedua, merumuskan kekerasan seksual berbasis gender siber dan penegasan hak korban atas penghapusan jejak digital dan hak untuk dilupakan (the right to be forgotten).
"Dan ketiga, penegasan peran lembaga nasional HAM dan lembaga independen lainnya terkait pelaksanaan RUU ini," ujar Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat, saat dihubungi, Minggu, 7 November 2021.
Komnas Perempuan berharap proses itu dapat terus berlanjut di masa sidang periode II ini. Prinsip demokrasi dan transparansi perumusan RUU TPKS memungkinkan adanya masukan konstruktif dan substantif. Hal itu untuk memastikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual dalam lingkup substansi, struktur, maupun kultur hukumnya.
"Baleg DPR RI juga diharapkan mengintensifkan proses penyusunan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual sampai dengan penetapan RUU sebagai RUU inisiatif DPR RI, agar selanjutnya dapat memasuki tahap pembahasan bersama Pemerintah," jelasnya.
Baca: Komnas Perempuan Mendorong RUU PKS Segera Disahkan
Terkait pelecehan seksual di dua perguruan tinggi baru-baru ini, Komnas Perempuan mencatat korban mengaku mengalami trauma berat. "Oleh karena itu, hal penting yang perlu dilakukan adalah pemulihan psikis korban selain menangani kasus pelecehan tersebut hingga tuntas agar kasus serupa tidak berulang," jelas Rainy.
Komnas Perempuan mengingatkan kampus sebagai lembaga pendidikan harus menjadi ruang yang bebas dari segala bentuk diskriminasi berbasis gender. (MI/Mohamad Farhan Zhuhri)
Jakarta: Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (
Komnas Perempuan) mengapresiasi atas penyempurnaan draf RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Per 28 Oktober 2021,
RUU TPKS terdiri atas 74 pasal dalam 12 bab.
Ketentuan-ketentuan tersebut mencerminkan kesesuaian dengan enam elemen kunci penghapusan kekerasan seksual untuk memastikan peraturan yang komprehensif.
Komnas Perempuan tetap mencatat 3 isu yang perlu ditambahkan dalam
RUU TPKS. Pertama, pemaksaan aborsi, pemaksaan pelacuran, pemaksaan perkawinan, dan perbudakan seksual dalam RUU TPKS, baik sebagai tindak pidana berdiri sendiri atau unsur dalam tindak pidana yang sudah dirumuskan atau menjadi pemberat pidana.
Kedua, merumuskan kekerasan seksual berbasis gender siber dan penegasan hak korban atas penghapusan jejak digital dan hak untuk dilupakan (
the right to be forgotten).
"Dan ketiga, penegasan peran lembaga nasional HAM dan lembaga independen lainnya terkait pelaksanaan RUU ini," ujar Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat, saat dihubungi, Minggu, 7 November 2021.
Komnas Perempuan berharap proses itu dapat terus berlanjut di masa sidang periode II ini. Prinsip demokrasi dan transparansi perumusan RUU TPKS memungkinkan adanya masukan konstruktif dan substantif. Hal itu untuk memastikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual dalam lingkup substansi, struktur, maupun kultur hukumnya.
"Baleg DPR RI juga diharapkan mengintensifkan proses penyusunan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual sampai dengan penetapan RUU sebagai RUU inisiatif DPR RI, agar selanjutnya dapat memasuki tahap pembahasan bersama Pemerintah," jelasnya.
Baca:
Komnas Perempuan Mendorong RUU PKS Segera Disahkan
Terkait pelecehan seksual di dua perguruan tinggi baru-baru ini, Komnas Perempuan mencatat korban mengaku mengalami trauma berat. "Oleh karena itu, hal penting yang perlu dilakukan adalah pemulihan psikis korban selain menangani kasus pelecehan tersebut hingga tuntas agar kasus serupa tidak berulang," jelas Rainy.
Komnas Perempuan mengingatkan kampus sebagai lembaga pendidikan harus menjadi ruang yang bebas dari segala bentuk diskriminasi berbasis gender. (MI/Mohamad Farhan Zhuhri)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)