Jakarta: Pengamat Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Chudry Sitompul mengatakan penyelesaian terkait transaksi janggal Rp349 triliun harus dengan pansus plus, artinya rakyat berhak berperan serta. Hal tersebut diutarakan Chudry setelah melihat dari awal kasus ini sudah melanggar kerahasiaan negara, maka pansus tak boleh diselenggarakan secara tertutup.
Chudry menuturkan, meskipun pansus plus belum memiliki dasar hukum dan selama ini diselenggarakan secara terbuka, namun bisa menjadi opsi ampuh demi menjaga kepercayaan publik yang sudah dibuat sakit hati dengan dugaan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hingga ratusan triliun.
"Ini harus pansus plus, memang sih UU dan dasar hukum enggak ada. Tapi semua ini juga dasar hukumnya sudah enggak ada. Maksudnya pansus plus itu, DPR harus memberikan informasi dan akses yang luas terhadap publik, jangan pansusnya tertutup. Jangan ditutup-tutupi lagi. Itu pansus juga jangan hanya dari DPR saja. Kita sih bukan enggak percaya terhadap DPR. Mereka punya politic interest sendiri karena anggota partai," kata Chudry kepada Media Indonesia, Kamis, 30 Maret 2023.
Chudry bahkan menilai bahwa uang yang diduga diselewengkan itu, merupakan korupsi terbesar sepanjang sejarah.
"Itu sudah jadi korupsi terbesar di Republik ini, diatasnya megakorupsi namanya. Enggak bisa ditutupi, udah menyakitkan rakyat kecil. Ini sampai Rp300 triliun lebih sangat menyakitkan bagi publik, apalagi rakyat kecil. Padahal semua orang berhak atas kekayaan negara," ujar Chudry.
Dari awal tupoksi masing-masing kelembagaan memang tumpang tindih. PPATK, kata Chudry sudah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) terkait kepemilikan sejumlah rekening bank padahal harusnya hal tersebut bersifat rahasia.
"Rekening orang tidak boleh dimonitor. Mestinya Rp349 trilliun ini jangan diumumkan ke publik, kalau misal publik pengen tahu ya landasannya UU Keterbukaan Informasi, tapi itu juga ada batasannya. Tidak semua informasi pemerintahan negara boleh diberikan kepada publik. PPATK itu sebenarnya sudah melanggar HAM. Sebenarnya data orang di bank itu punya nasabah-nasabah, punya individu bukan punya bank. Uang itu cuma dititipkan di Bank. PPATK menduga hasil analisis TPPU, harusnya diberikan ke kepolisian. PPATK melapor ke DPR itu hanya dalam rangka pengawasan secara umum. Ini jadi semrawut sejak awal," ujar Chudry.
Kemudian, PPATK seharusnya dibawahi langsung oleh eksekutif yang mana ini adalah Presiden. Seharusnya kedudukan Ketua PPATK yang berpayung hukum UU itu lebih tinggi dari Ketua Komite yang dasar hukumnya adalah Perpres.
Terlebih, Chudry juga menyinggung sikap Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana yang mencla-mencle karena tertekan dan Ketua Komite TPPU, Mahfud MD yang kelabakan menghadapi singa-singa DPR ketika melakukan RDPU kemarin, 29 Maret 2023.
"Nih ya, anehnya Ketua PPATK dipanggil Kemenkeu, dan yang memimpin konpers-nya itu Stafsus, itu bukan tupoksinya. Luar biasa ini PPATK sudah di obok-obok. Saya sih enggak heran, kalau Ketua PPATK-nya mencla-mencle. Dia ditekan sana sini, apalagi dia sangat junior di lingkungan keuangan, terlebih dia menghadapi singa-singa politik di DPR. Pak Mahfud yang sudah macan saja dibuat bingung di DPR, yang biasanya dia menguasai podium. Apalagi si Ivan," tutup Chudry.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Pengamat Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Chudry Sitompul mengatakan penyelesaian terkait
transaksi janggal Rp349 triliun harus dengan pansus
plus, artinya rakyat berhak berperan serta. Hal tersebut diutarakan Chudry setelah melihat dari awal kasus ini sudah melanggar kerahasiaan negara, maka pansus tak boleh diselenggarakan secara tertutup.
Chudry menuturkan, meskipun pansus
plus belum memiliki dasar hukum dan selama ini diselenggarakan secara terbuka, namun bisa menjadi opsi ampuh demi menjaga kepercayaan publik yang sudah dibuat sakit hati dengan dugaan kasus
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hingga ratusan triliun.
"Ini harus pansus
plus, memang sih UU dan dasar hukum enggak ada. Tapi semua ini juga dasar hukumnya sudah enggak ada. Maksudnya pansus
plus itu, DPR harus memberikan informasi dan akses yang luas terhadap publik, jangan pansusnya tertutup. Jangan ditutup-tutupi lagi. Itu pansus juga jangan hanya dari DPR saja. Kita sih bukan enggak percaya terhadap DPR. Mereka punya
politic interest sendiri karena anggota partai," kata Chudry kepada
Media Indonesia, Kamis, 30 Maret 2023.
Chudry bahkan menilai bahwa uang yang diduga diselewengkan itu, merupakan korupsi terbesar sepanjang sejarah.
"Itu sudah jadi korupsi terbesar di Republik ini, diatasnya megakorupsi namanya. Enggak bisa ditutupi, udah menyakitkan rakyat kecil. Ini sampai Rp300 triliun lebih sangat menyakitkan bagi publik, apalagi rakyat kecil. Padahal semua orang berhak atas kekayaan negara," ujar Chudry.
Dari awal tupoksi masing-masing kelembagaan memang tumpang tindih.
PPATK, kata Chudry sudah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) terkait kepemilikan sejumlah rekening bank padahal harusnya hal tersebut bersifat rahasia.
"Rekening orang tidak boleh dimonitor. Mestinya Rp349 trilliun ini jangan diumumkan ke publik, kalau misal publik pengen tahu ya landasannya UU Keterbukaan Informasi, tapi itu juga ada batasannya. Tidak semua informasi pemerintahan negara boleh diberikan kepada publik. PPATK itu sebenarnya sudah melanggar HAM. Sebenarnya data orang di bank itu punya nasabah-nasabah, punya individu bukan punya bank. Uang itu cuma dititipkan di Bank. PPATK menduga hasil analisis TPPU, harusnya diberikan ke kepolisian. PPATK melapor ke DPR itu hanya dalam rangka pengawasan secara umum. Ini jadi semrawut sejak awal," ujar Chudry.
Kemudian, PPATK seharusnya dibawahi langsung oleh eksekutif yang mana ini adalah Presiden. Seharusnya kedudukan Ketua PPATK yang berpayung hukum UU itu lebih tinggi dari Ketua Komite yang dasar hukumnya adalah Perpres.
Terlebih, Chudry juga menyinggung sikap Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana yang mencla-mencle karena tertekan dan Ketua Komite TPPU, Mahfud MD yang kelabakan menghadapi singa-singa DPR ketika melakukan RDPU kemarin, 29 Maret 2023.
"Nih ya, anehnya Ketua PPATK dipanggil Kemenkeu, dan yang memimpin konpers-nya itu Stafsus, itu bukan tupoksinya. Luar biasa ini PPATK sudah di obok-obok. Saya sih enggak heran, kalau Ketua PPATK-nya mencla-mencle. Dia ditekan sana sini, apalagi dia sangat junior di lingkungan keuangan, terlebih dia menghadapi singa-singa politik di DPR. Pak Mahfud yang sudah macan saja dibuat bingung di DPR, yang biasanya dia menguasai podium. Apalagi si Ivan," tutup Chudry.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)