F-TPI Sarbamusi NU. Istimewa
F-TPI Sarbamusi NU. Istimewa

Sarbumusi NU Minta RUU PPRT Atur Upah Minimum dan Jaminan Sosial

Whisnu Mardiansyah • 25 Januari 2023 20:15
Jakarta: Ketua Umum Federasi Transportasi, Pendidikan dan Informal Sarikat Buruh Muslimin Indonesia NU (F-TPI Sarbumusi NU), Fika Taufiqurrohman, mengapresiasi Pemerintah mengawal Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang selama 19 tahun belum kunjung disahkan.
 
“Kami mengapresiasi pemerintah bersedia mengawal RUU PPRT namun terdapat 7 tuntutan kami agar dapat diakomodasi dalam RUU PPRT tersebut pada saat pembahasan di Gedung Senayan (DPR). Pertama, RUU PPRT harus selaras dengan Konvensi ILO 189 tentang Pekerjaan Yang Layak bagi PRT,”ujar Fika di Jakarta, Rabu, 25 Januari 2023.
 
Kedua, menuntut dalam RUU PPRT mengatur Upah Minimum Kabupaten (UMK). Hal ini disebabkan negara-negara lain telah menerapkan upah minimum PRT. Sedangkan upah PRT di Indonesia dirasa terlalu kecil. Selain itu, PRT berhak mengatur kesepakatan kerja dengan pemberi kerja sesuai upah yang diterima.

“Sebagai tambahan, PRT berhak memperoleh THR sebesar 1 kali upah bulanan. Ketiga, RUU PPRT mengatur pembatasan waktu kerja, beban kerja, istirahat harian, hari libur, cuti sakit, dan cuti liburan. Apabila PRT bekerja melebihi batas waktu yang telah ditentukan, maka PRT berhak memperoleh uang tambahan,” jelasnya. 
 
Baca: Ketua Panja Siap ke Meja Puan Jelaskan Pentingnya RUU PPRT

Menurut Fika, perlindungan sosial bagi PRT merupakan suatu keniscayaan. Pemberi kerja berkewajiban memberikan perlindungan sosial kepada PRT.
 
“Keempat, PRT perlu memperoleh perlindungan sosial, jaminan kesehatan (BPJS Kesehatan), jaminan ketenagakerjaan (BPJS TK). Pemberi kerja berkewajiban membayar iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan PRT,” kata Fika.
 
Kelima, untuk meminimalisasi tindakan kekerasan, diskriminasi, pelecehan, perendahan profesi, dan tidak dibayarnya upah maupun jaminan sosial PRT, Sarbumusi NU berharap agar RUU PPRT mengatur kewenangan pengawasan oleh pemerintah dan sanksi tegas kepada penyalur dan pemberi kerja PRT.
 
“Agar dapat memberikan perlindungan PRT dan memberikan efek jera kepada penyalur dan pemberi kerja PRT,” jelas Fika.
 
Keenam, usia PRT perlu dibatasi minimal berusia 18 tahun. Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan skil dan melakukan upaya sertifikasi profesi PRT sehingga dapat bekerja secara baik, kompetitif dan kompeten.
 
“Ketujuh, Pemerintah melalui Kemenaker berkewajiban meningkatkan skil dan kompetensi PRT di Balai Latihan Kerja. Selain itu, Kemenaker dapat bekerjasama dengan BNSP dan LSP dalam mensertipikasi profesi PRT. Apabila hal tersebut dilakukan, maka keberpihakan pemerintah atas nasib PRT bukan isapan jempol belaka,” tutupnya.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan